Selasa, 02 Mei 2017

Makalah tentang "Psikologi Agama"

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Prilaku keagamaan pada umumnya merupakan cerminan dari pemahaman seseorang terhadap agamanya. Jika seseorang memahami agama secara formal atau menekankan aspek lahiriahnya saja, seperti yang nampak ritus-ritus keagamaan yang ada, maka sudah tentu akan melahirkan prilaku keagamaan yang lebih mengutamakan bentuk formalitas atau lahiriahnya juga. 
Dalam lingkungan masyarakat banyak sekali berbagai macam budaya yang berpengaruh dalam suatu kepercayaan yang di anutnya seperti Agama atau kepercayaan.Karena penduduk di Indonesia beragam suku serta agama yang di anutnya. Dalam bidang agama, perubahan sosial ikut mempengaruhi kondisi keberagamaan masyarakat yang ditandai dengan adanya dua gejala yang sangat paradoksal.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja Faktor-faktor Sosial dalam Agama?
2. Apa yang dimaksud dengan Konflik Moral?
3. Bagaimana kaitan Agama dan Kebutuhan-Kebutuhan Manusia?
4. Apa yang dimaksud Agama dan Masalah Sosial?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Faktor-faktor Sosial dalam Agama
2. Untuk mengetahui Konflik Moral
3. Untuk mengetahui Agama dan Kebutuhan-Kebutuhan Manusia
4. Untuk mengetahui Agama dan Masalah Sosial



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Faktor-faktor Sosial dalam Agama
Perubahan sosial keagamaan dalam kehidupan masyarakat modern telah membawa konsekuensi yang sangat sublimatif dalam kehidupan masyarakat. Perubahan yang terjadi pada masyarakat biasanya ditandai dengan adanya perubahan dari agraris tradisional ke industrialisasi modern.
Perubahan yang terjadi juga mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup masyarakat, seperti pandangan bahwa kebersamaan (egaliter) adalah bagian dari ajaran agama dan warisan luhur budaya bangsa berubah menjadi masyarakat yang memiliki pola pikir individualistis, cenderung egoistis dan apatis terhadap aspek-aspek metafisis.
Kecenderungan ini terjadi karena adanya imbas dari proses industrialisasi yang menyertai perubahan sosial masyarakat yang memperlemah fungsi agama dalam dominasi kehidupan masyarakat.
Beberapa klasifikasi faktor- faktor yang bisa menghasilkan sikap keagamaan, diantaranya: 
1. Faktor sosial 
Mencakup pengaruh sosial dalam perkembangan:
- sikap keagamaan, yaitu: mengawali pembahasan mengenai sikap keagamaan, maka terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian mengenai sikap itu sendiri. Dalam pengertian umum, sikap dipandang sebagai seperangkat reaksiefektif terhadap objek tertentu berdasarkan hasil penawaran, pemahaman dan penghayatan individu.
Dengan demikian sikap terbentuk dari hasil belajar dan pengalaman seseorang, bukan sebagai pengaruh bawaan (faktor intern) seseorang. Bagaimana bentuk sikap keagamaan seseorang dapat dilihat seberapa jauh keterkaitan komponen kognisi, afeksi, dan konasi seseorang dengan masalah-masalah yang menyangkut agama. 
- pendidikan orang tua
- tradisi-tradisi sosial, dan tekanan-tekanan lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh lingkungan itu. Konsep psokologik yang erat hubungannya dengan pengaruh tersebut disebut konsep sugesti.  

2. Faktor alami dalam agama 
Pada umumnya anggapan tentang keindahan, keselarasan dan kebaikan dapat dirasakan dalam dunia nyata memainkan peranan dalam membentuk sikap keagamaan tersebut. 
Ada tiga jenis pengalaman diantaranya faktor yang memberi sumbangan terhadap perkembangan sikap keagamaan; pengalaman mengenai dunia nyata, mengenai konflik moral, dan mengenai keadaan-keadaan emosional tertentu yang tampak memiliki kaitannya dengan agama. 

3. Faktor Kebutuhan 
Kebutuhan-kebutuhan bisa dikelompokkan secara garis besar menjadi empat: kebutuhan keselamatan, kebutuhan akan cinta, kebutuhan untuk memperoleh harga diri, dan kebutuhan yang timbul karena adanya kematian.

4. Faktor penalaran/ pemikiran verbal dalam perkembangan sikap keagamaan 
Ada pendapat mengenai penalaran ini. Dalam banyak tulisan polemik mengenai agama, bahwa faktor inni memainkan peranan lebih besar dalam pembentukan pandangan keagamaan dibandingkan dengan apa yang ada pada umumnya dipertimbangkan oleh setiap ahli psikologi. 
Perubahan sosial keagamaan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat harus diterima sebagai suatu kondisi dinamis atau suatu keharusan dalam hidup manusia. Sebagai makhluk yang memiliki naluri dinamis, kecenderungan untuk selalu tumbuh berkembang dan berubah pasti ada. Ibarat air bah yang terus mengalir dengan derasnya, manusia terus menerus berjuang untuk melakukan perubahan menuju kesempurnaan
Faktor sosial dalam agama terdiri dari berbagai pengaruh terhadap keyakinan dan perilaku keagamaan, dari pendidikan yang kita terima pada masa kanak-kanak, berbagai pendapat dan sikap orang-orang di sekitar kita, dan berbagai tradisi yang kita terima dari masa lampau. Mungkin kita cendrung menganggap faktor ini kurang penting dalam perkembangan agama kita dibandingkan dengan penelitian para ahli psikologi. Tidak ada seorang pun di antara kita dapat mengembangkan sikap-sikap keagamaan kita dalam keadaan terisolasi dari saudara-saudara kita dalam masyarakat. Sejak masa kanak-kanak hingga masa tua kita menerima dari perilaku orang-orang di sekitar kita dan dari apa yang mereka katakan berpengaruh terhadap sikap-sikap keagamaan kita. Tidak hanya keyakinan-keyakinan kita yang terpengaruh oleh faktor-faktor sosial, pola-pola eksperesi emosianal kita pun, sampai batas terakhir, bisa dibentuk oleh lingkungan sosial kita. 
Faktor-faktor sosial juga tampak jelas dalam pembentukan keyakinan keagamaan, tetapi secara prinsip ia tidak melalui penampilan yang berlandasan penalaran sehingga keyakinan-keyakinan seseorang terpegaruh oleh orang lain. Tidak diragukan sama sekali bahwa penalaran memainkan peranan dalam intraksi timbal-balik di antara berbagai sistem keyakinan banyak orang, tetapi peranan jauh lebih kecil dibandingkan dengan proses-proses psikologi lain yang non-rasional. Tidak ada seseorang pun dapat beranggapan banwa cara untuk mengajarkan tentang Tuhan kepada anak kecil adalah dengan mengemukakan argumen rasioanal mengenai adanya Tuhan itu. Pengajaran harus dilakukan lebih dahulu, sedangkan saat bagi argumen-argumen penegasan tentang kebenaran ajaran-ajaran agama yang diberikan oleh orang-orang terhormat (terutama bila penegasannya diulang-ulang dan dengan penuh keyakinan) mungkin berpengaruh yang didasarkan atas penalaran, adalah sugesti. Agar kita dapat memahami faktor sosial dalam agama itu, kita harus menelaah psikologi segesti ini.

2.2 Konflik Moral
Ahli psikologi tidak mau membicarakan masalah-masalah filosofik yang berkaitan dengan hakikat kewajiban-kewajiban filosofik yang berkaitan dengan hakikat kewajiban-kewajiban yang disebabkan oleh hukum moral itu. Hukum moral bisa dianggap sebagai sistem tatanan sosial yang dikembangkan oleh suatu masyarakat dan diteruskan kepada generasi-genarasi berikutnya melalui proses pengkondisian sosial. Di pihak lain, ia juga dapat dianggap sebagai sistem kewajiban yang mengikat manusia tanpa mempermasalahkan apakah sistem itu bermanfaat atau tidak dilihat dari sisi sosial. 
Sejumlah masyarakat menyatakan bahwa kewajiban-kewajiban ini dikendalikan secara intuitif; sementara masyarakat-masyarakat lainnya berpendapat bahwa kewajiban-kewajiban itu bisa didedukasikan dengan berbagai proses penalaran, dan masyarakat-masyarakat lainnya lagi menganggpa kewajiban-kewajibab itu diwahyukan oleh Tuhan secara adikodrati. Apapun jawaban yang bisa diberikan terhadap persoalan-persoalan etik ini, masalah yang penting bagi ahli psikologi adalah bahwa konflik moral itu merupakan fakta psikologik yang benar-benar ada.

2.3 Agama dan Kebutuhan-Kebutuhan Manusia
Orang-orang yang berspekulasi tentang asal-usul agama sering mengemukakan gagasan bahwa agama merupakan tanggapan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang tidak sepenuhnya terpenuhi di dunia ini. Kebutuhan dasar manusia primitif adalah keamanan terhadap berbagai ancaman seperti kelaparan, penyakit, dan kehancuran oleh musuh-musuhnya. Banyak di antara kehidupan sehari-hari dalam berburu, pertanian, dan sebagainya, diarahkan kepada upaya untuk menghindari bahaya-bahaya ini, meskipun dia sama sekali tidak berhasil melenyapkan bahaya-bahaya itu. Untuk mendukung kegiatan-kegiatan pengalaman ini dia menambahkan beberapa sarana yang dipungut dari keyakinannya terhadap adanya dunia spiritual: [dalam bentuk] perbuataan-perbuatan ritual dan doa-doa pengharapan, yang juga dianggap dapat melindunginya. 
Harapan untuk mendapatkan keamanan dengan menggunkan kekuatan-kekuatan spiritual ini barangkali bisa diduga sebagai salah satu sumber sikap keagamaan. Ancaman-ancaman terhadap seseorang anggota masyarakat berperadaban moderen tidak identik: rasa takut kepada kelaparan jauh sekali, tetapi rasa takut kepada penyakit tetap ada, meskipun ketakutan kepada kehancuran melalui perang lebih besar daripada yang dirasakan sebelumnya.

2.4 Agama dan Masalah Sosial
Dalam keseharian sebagai contoh anak jalanan merupakan anak yatim, umunya mereka tergabung dalam kelompok sebaya atau dalam kegiatan yang sama. Ada kelompok pengamen, pemulung, pengemis, dsb. Mengamati lingkungan pergaulan sehari-hari serta kegiatan yang mereka lakukan, maka kasus anak jalanan selain dapat menimbulkan kerawanan sosial, juga kerawanan dalam nilai-nilai keagamaan.
Selain latar belakang sosial ekonomi, mereka ini pun tak memiliki kesempatan untuk memperoleh bimbingan dan pendidikan keagamaan. 



Makalah "Ilmu Pendidikan Islam"

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan akhir pendidikan Islam adalah terciptanya insan kamil. Menurut Muhaimin bahwa insan kamil adalah manusia yang mempunyai wajah Qur’ani, tercapainya insan yang memiliki dimensi religius, budaya dan ilmiah.Untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut dalam pendidikan Islam, pendidik yang mempunyai tanggung jawab mengantarkan manusia kearah tujuan tersebut
Secara factual, pelaksanaan internalisasi nilai dan transformasi pengetahuan pada peserta didik secara integral merupakan tugas yang cukup berat di tengah kehidupan masyarakat yang kompleks apalagi pada era globalisasi dan informasi. Tugas yang berat tersebut di tambah lagi dengan pandangan sebagian masyarakat yang melecehkan keberadaan pendidik di sekolah, di luar sekolah maupun dalam kehidupan social masyarakat. Hal ini disebabkan karena profesi pendidikdari segi materi kurang menguntungkan, karena sebagian masyarakat dalam era globalisasi ini dipengaruhi paham materialisme yang menyebabkan mereka bersifat materialistik.
Berbeda dengan gambaran tentang pendidik pada umumnya pendidik Islam, adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dalam mengembangkan potensinya, dan dalam pencapaian tujuan pendidikan baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
B. Rumusan Masalah.
1). Apa Pengertian Pendidik ?
2). Apa saja Jenis-Jenis Pendidik ?
3). Apa Keutamaan seorang Pendidik ?
4). Bagaimana Tugas dan Tanggung Jawab serta Hak Pendidik ?
5). Bagaimana Peran Pendidik ?
C. Tujuan Masalah.
1). Untuk Mengetahui Pengertian Pendidik.
2). Untuk Mengetahui Jenis-Jenis Pendidik.
3) Untuk Mengetahui Keutamaan seorang Pendidik.
4). Untuk Mengetahui Tugas dan Tanggung Jawab serta Hak Pendidik.
5). Untuk Mengetahui Peran Pendidik.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidik
1. Secara Etimologi
Secara etimologi, dalam konteks pendidikan Islam pendidik disebut dengan murabbi, mu’allim, dan muaddib. Ketiga kata itu, mu’allim, murabbi, muaddib, mempunyai makna yang berbeda sesuai dengan konteks kalimat, walaupun dalam situasi tertentu mempunyai kesamaan makna.
Kata atau istilah “murabbi” misalnya, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. Pemeliharaan seperti initerlihat dalam proses orang tua membesarkan anaknya. Mereka tentunya berusaha memberikan pelayanan secara penuh agar anaknya tumbuh dengan fisik yang sehat dan kepribadian serta akhlak yang terpuji.
Sedangkan untuk istilah “mu’allim”, pada umumnya akan dipakai dalam membicarakan aktifitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan (pengajaran), dari seseorang yang tahu kepada orang yang tidak tahu. Adapun istilah “muaddib”, menurut Al- Attas, lebih luas dari istilah “mu’allim” dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam. 
2.  Secara Terminologi
Para pakar menggunakan rumusan yang berbeda tentang pendidik.
a. Zakiah Daradjat, berpendapat bahwa pendidik adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkah laku peserta didik. 
b. Marimba, beliau mengartikan sebagai orang yang memikul pertanggungjawaban sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik. 
c. Ahmad Tasir, mengatakan bahwa pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik. 


B. Jenis-Jenis Pendidik
Pendidik dalam pendidikan Islam ada beberapa macam.
1. Allah SWT.
Dari berbagai ayat Al-Quran yang membicarakan tentang kedudukan Allah sebagai pendidik dapat dipahami dalam firman-firman yang diturunkanNyakepada Nabi Muhammad SAW. Allah memiliki pengetahuan yang amat luas. Dia juga sebagai Pencipta.
- Firman Allah SWT. yang artinya:
“segala pujian bagi Allah Rabb bagi seluruh alam”. (Q.S. Al-Fatihah: 1)
“Dan (Allah) allama (mengajarkan) segala macam nama kepada Adam…(Q.S. Al-Baqarah: 31)
- Sabda Rasulullah SAW. Yang artinya:
“Tuhanku telah addabani (mendidik)ku sehingga menjadi baik pendidikan”.
Berdasarkan ayat dan hadits di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT sebagai pendidik bagi manusia. 
2. Nabi Muhammad SAW.
Nabi sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai mu’allim (pendidik). Nabi sebagai penerima wahyu Al-Quran yang bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan Nabi sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh Allah SWT. 
3. Orang Tua
Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua. Hal ini disebabkan karena secara alami anak-anak pada masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ayah dan ibunya. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada di tengah orang tuanya. Al-Quran menyebutkan sifat-sifat yang dimiliki oleh orang tua sebagai guru, yaitu memiliki kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio dapat bersyukur kepada Allah, suka menasehati anaknya agar manyekutukan Tuhan, memerintahkan anaknya agar menjalankan perintah shalat, sabar dalam menghadapi penderitaan. (lihat Q.S. Lukman: 12-19). Itulah sebabnya orang tua disebut “pendidik kudrati” yaitu pendidik yang telah diciptakan oleh Allah qudratnya menjadi pendidik. 
4. Guru
Pendidik di lembaga pendidikan persekolahan disebut dengan guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah, dan sampai dosen-dosen di perguruan tinggi, kiyai di pondok pesantren, dan lain sebagainya. Namun guru bukan hanya menerima amanat dari orang tua untuk mendidik, melainkan juga dari setiap orang yang memerlukan bantuan untuk mendidiknya.Sebagai pemegang amanat, guru bertanggung jawab atas amanat yang diserahkan kepadanya. Allah SWT menjelaskan: 
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-sebaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. An-Nisa’: 58)
C. Keutamaan Pendidik.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa ada sekelompok masyarakat yang menganggap pekerjaan mendidik atau jabatan sebagai guru adalah yang rendah jika dibandingkan dengan pekerjaan lain seperti di kantor, BUMN, pengusaha dan sebagainya. Ini disebabkan karena pandangan masyarakat bersifat materialistik yang mempertuhankan harta benda. Tapi kalau dilihat secara mendalam bahwa pekerjaan sebagai guru adalah suatu pekerjaan yang luhur dan mulia, baik ditinjau dari sudut masyarakat, Negara dan dari sudut keagamaan. 
Al-Ghazali mengkhususkan guru dengan sifat-sifat kesucian dan kehormatan dan menempatkan guru langsung sesudah kedudukan Nabi seperti contoh sebuah syair yang diungkapkan oleh Syauki yang berbunyi: “berdiri dan hormatilah guru dan berilah ia penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang Rasul”. Al-Ghazali menyatakan sebagai berikut: seseorang yang berilmu dan kemudian mengamalkan ilmunya itu dialah yang disebut dengan orang besar di semua kerajaan langi, dia bagaikan matahari yang menerangi alam sedangkan ia mempunyai cahaya dalam dirinya, seperti minyak kasturi yang mengharumi orang lain karena ia harum. Seseorang yang menyibukkan dirinya dalam mengajar berarti dia telah memilih pekerjaan yang terhormat. Oleh karena itu hendaklah seorang guru memperhatikan dan memelihara adab dan sopan santun dalam tugasnya sebagai seorang pendidik.


D. Tugas, Tanggung jawab, Dan Hak Pendidik
1. Tugas Pendidik
Keutamaan seorang pendidik disebabkan oleh tugas mulia yang diembannya. Tugas yang diemban seorang pendidik hampir sama dengan tugas seorang Rasul. 
a. Tugas secara umum
Sebagai “warasat al-anbiya”, yang pada hakikatnya mengemban misi rahmatal li al-alamin, yaitu suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribaian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal shaleh dan bermoral tinggi. Selain itu tugas yang utama adalah, menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk bertaqarrub kepada Allah. Sejalan dengan ini Abd al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik pertama, fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah manusia agar menjadi lebih baik lagi. Kedua, fungsi pengajaran yakni meng-internalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia. 
b. Tugas secara khusus
1. Sebagai pengajar (intruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan.
2. Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil , seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia.
3. Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait. Menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang dilakukan itu. 
2. Tanggung Jawab Pendidik
Dilihat dari uraian di atas maka tanggung jawab pendidik sebagaimana disebutkan oleh Abd al-Rahman al-Nahlawi adalah, pendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syari’atNya, mendidik diri supaya beramal saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Tanggung jawab itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap peserta didik, akan tetapi lebih jauh dari itu. Pendidikan akan mempertanggungjawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya kepada Allah SWT. Melihat luasnya ruang lingkup tanggung jawab dalam pendidikan Islam, yang meliputi kehidupan dunia dan akhirat dalam arti yang luas sebagaimana uraian di atas, maka orang tua tidak dapat memikul sendiri tanggung jawab pendidikan anaknya secara sempurna lebih-lebih dalam kehidupan masyarakat yang senantiasa berkembang dengan maju. Orang tua memiliki keterbatasan dalam mendidik anak mereka, makanya tugas dan tanggung jawab pendidikan anak-anaknya diamanahkan kepada pendidik lain (orang lain) baik yang berada di sekolah maupun di masyarakat. Orang tua menyerahkan anaknya ke sekolah sekaligus berarti melimpahkan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru di sekolah, karena tidak semua orang yang dapat menjadi guru sekaligus menjadi pendidik. Tugas dan tanggung jawab guru tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan orang tua dan masyarakat karena guru sebagai pendidik mempunyai ketrebatasan. 
3. Hak Pendidik 
Pendidik adalah mereka yang terlibat langsung dalam membina, mengarahkan dan mendidik peserta didik, waktu dan kesempatannya dicurahkannya dalam rangka mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai termasuk pembinaan akhlak mulia dalam kehidupan peserta didik. Dengan demikian waktu dan kesempatannya dihabiskan untuk mendidik peserta didiknya, sehingga dia tidak mempunyai waktu lagi untuk berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari. Justru itu pendidik berhak untuk mendapatkan: 
a. Gaji
Mengenai penerimaan gaji ini pada awalnya terdapat perselisihan pendapat. Mengenai gaji ini ahli-ahli piker dan filosof-filosof berbeda pendapat dalam hal guru menerima gaji atau menolaknya. Yang paling terkenal untuk menolak gaji adalah Socrates. Sedangkan Al-Ghazali menyimpulkan mengharamkan gaji. Sementara utu Al-Qabisi (935-1012) yang memandang gaji itu tidak dapattidak harus diadakan. 
Karena pendidik telah menapakan lapangan profesi, tentu mereka berhak untuk mendapatkan kesejahteraan dalam kehidupan ekonomi, berupa gaji atau honorarium. Seperti di Negara kita, pendidik merupakan bagian aparat Negara yang mengabdi untuk kepentingan Negara melalui sector pendidikan, diangkat menjadi pegawai negeri sipil, diberi gaji dan tunjangan tenaga kependidikan. Namun kalau dibandingkan dengan Negara maju, penghasilannya belum memuaskan. Akan tetapi karenatugas itu mulia, tidak menjadi halangan bagi pendidik dalam mendidik peserta dididknya. Bagi pendidik yang statusnya non PNS maka mereka ada yang digaji oleh yayasan bahkan mereka tidak sedikit mereka tidak mendapatkannya akan tetapi mereka tetap mengabdi dalam rangka mencari ridha Allah SWT. 
b. Mendapatkan penghargaan
Guru adalah abu al-ruh (bapak rohani) bagi peserta didiknya. Dialah yang memberikan santapan rohani dan memperbaiki tingkah laku peserta didik. Justru itu profesi guru wajib dimuliakan, mengingat perannya yang sangat signifikan dalam menyiapkan generasi mendatang seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi, yang dikutip Zainudin dkk. “menghormati guru berarti penghormatan terhadap anak-anak kita. Bangsa yang ingin maju peradabannya adalah bangsa yang mampu memberikan penghormatan dan penghargaan kepada para pendidik. Inilah salah satu rahasia keberhasilan bangsa Jepang yang mengutamakan dan memprioritaskan guru setelah hancurnya Hirosima dan Nagasaki, pertama sekali yang dicari oleh Kaisar Hirohito adalah para guru. Dalam waktu yang relatif singkat bangsa Jepang kembali bangkit dari kehancuran sehingga menjadi modern pada masa sekarang. 
E. Peran Pendidik
Kehadiran guru dalam proses pembelajaran merupakan peranan yang sangat penting, peranan guru itu belum dapat digantikan oleh teknologi seperti radio, tape recorder, internet maupun oleh computer yang paling modern. Banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, system nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan keteladanan yang diharapkan dari hasil proses pembelajaran, yang tidak dicapai kecuali melalui pendidik. 
Demikianlah betapa pentingnya peranan guru dan betapa beratnya tugas dan tanggung jawab guru, terutama tanggungjawab moral untuk digugu dan ditiru. Di selolah seorang guru menjadi ukuran atau pedoman bagi murid-muridnya, di masyarakat guru dipandang sebagi suri tauladan bagi setoap warga masyarakat.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam rangka melaksanakan tugas sebagai pewaris para nabi (waratsatul Anbiya’), para pendidik hendaklah bertolak pada amar ma’ruf dan nahi munkar dalam artian menjadikan prinsip tauhid sebagai pusat penyebaran misi iman, Islam dan ihsan, dan kekuatan rohani pokok yang dikembangkan oleh pendidikadalah individualitas, sosialitas dan moralitas (nilai-nilai agama dan moral).
Peran dan fungsi yang cukup berat untuk diemban ini tentu saja membutuhkan sosok seorang guru atau pendidikan yang utuh dan tahu dengan kewajiban dan tanggungjawab sebagai seorang pendidik. Pendidik itu harus mengenal Allah SWT dalam arti yang luas, dan Rasul, serta memahami risalah yang dibawanya. 


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet. 3 1996
Ramayulis, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994.

Asal-usul Bahasa

PEMBAHASAN
A.    Asal Usul Bahasa
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tidak terlepas dari komunikasi. Alat komunikasi adalah bahasa. Ada beberapa bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi diantaranya yaitu bahasa tulis, bahasa lisan dan bahasa isyarat. Namun banyak yang belum mengetahui asal usul bahasa itu. Sebelum membahas itu alangkah baiknya kita mengetahui definisi dari bahasa.
1.      Pengertian Bahasa
Menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), definisi bahasa yaitu bahasa dapat didefenisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan.
Definisi lain, Bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu keadaan atau sesuatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, atau juga suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu sistem dari suatu tatanan atau suatu tatanan dalam sistem-sistem. Pengertian tersebut dikemukakan oleh Mackey (1986:12).
Menurut Wibowo (2001:3), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.
Jadi, dapat disumpulkan bahwa bahasa merupakan susunan ekspresi yang arbiter guna mengungkapkan sesuatu yang bersifat manasuka sehingga tgimbul banyak sekali kemajemukan bahasa disetiap tempat.
2.      Asal Usul Bahasa
Sebuah hipotesis tentang teori bahasa yang didukung oleh Darwin (1809-1882) menyatakan bahwa bahasa hakikatnya lisan dan terjadi secara evolusi, yakni berawal dari pantomime-mulut di mana alat-alat suara seperti lidah, pita suara, larynk, hidung, vocal cord dan sebagainya secara reflek berusaha meniru gerakan-gerakan tangan dan menimbulkan suara. Suara-suara ini kemudian dirangkai untuk menjadi ujaran (speech) yang punya makna. Masih menurut Darwin kualitas bahasa manusia dibanding dengan suara binatang hanya berbeda dalam tingkatannya saja. Artinya, perbedaan antara bahasa manusia dan suara binatang itu sangat tipis, sampai-sampai ada sebagian yang berpendapat bahwa binatang juga berbahasa. “All social animals communicate with each other, from bees and ants to whales and apes, but only humans have developed a language which is more than a set of prearranged signals”.
1.      Teori bahasa
a.       Teori pooh-pooh
Bahasa manusia seperti halnya manusia sendiri yang berasal dari bentuk yang sangat primitif berawal dari bentuk ekspresi emosi saja. Contohnya, perasaan jengkel atau jijik diekspresikan dengan mengeluarkan udara dari hidung dan mulut, sehingga terdengar suara “pooh” atau “pish”. Oleh Max Miller (1823-1900), seorang ahli filologi dari Inggris kelahiran Jerman, teori ini disebut poo-pooh theory, kendati Miller sendiri tidak setuju dengan pendapat Darwin (Alwasilah, 1990: 3).
Pooh-pooh. Teori Pooh-Pooh melihat kata-kata pertama sebagai teriakan dan interjeksi emosional dipicu oleh rasa sakit, senang, terkejut, dan lainnya.
b.      Teori bow-bow
Ada juga teori “bow-wow” yang mengatakan bahwa bahasa muncul sebagai tiruan bunyi-bunyi yang terdengar di alam, seperti nyanyian burung, suara binatang, suara guruh, hujan, angin, ombak sungai, samudra dan sebagainya, sehingga teori ini disebut echoic theory. Jadi tidak berevolusi sebagaimana aliran teori Darwinian di atas. Menurut teori “bow-wow” ada relasi yang jelas antara suara dan makna, sehingga bahasa tidak bersifat arbitrer. Misalnya, dalam bahasa Indonesia ada kata-kata seperti: menggelegar, bergetar, mendesis, merintih, meraung, berkokok dan sebagainya. Contoh lainnya, misalnya, oleh sebagian masyarakat anjing disebut sebagai “bow-wow” karena ketika  menyalak suaranya terdengar “bow-wow”. Dengan berpikir praktis, orang menamai binatang yang menyalak itu sebagai “bow-wow”.
Bow-wow. Teori bow-wow atau cuckoo, yang Muller atribusikan kepada filsuf Jerman Johann Gottfried Herder, melihat kata-kata bermula sebagai imitasi dari teriakan hewan-hewan liar atau burung.
c.       Teori ding-dong
Teori “ding-dong” atau disebut nativistic theory, yang dikenalkan oleh Muller, yang mengatakan bahwa bahasa lahir secara alamiah. Teori ini sama dengan pendapat Socrates bahwa bahasa lahir secara alamiah. Menurut teori ini manusia memiliki kemampuan insting yang sangat istimewa dan tidak tidak dimiliki oleh makhuk yang lain, yakni insting untuk mengeluarkan ekspresi ujaran ketika melihat sesuatu melalui indranya. Kesan yang diterima lewat bel bagaikan pukulan pada bel hingga melahirkan ucapan yang sesuai. Misalnya, sewaktu manusia primitif dulu melihat serigala, maka secara insting terucap kata “Wolf”.
Ding-dong. Müller menyarankan apa yang dia sebut dengan teori Ding-Dong, yang menyatakan bahwa semua mahluk memiliki sebuah getaran resonansi alami, digemakan oleh manusia dalam perkataan awalnya dengan suatu cara.
d.      Teori yo-he-ho
Ada  teori “yo-he-ho” yang mengatakan bahasa pertama timbul dalam suasana kegiatan sosial di mana terjadi  deram dan gerak jasmani yang secara spontan diikuti dengan munculnya bahasa. Misalnya, ketika sekelompok orang secara bersama-sama mengangkat kayu atau benda berat, secara spontan mereka akan mengucapkan kata-kata tertentu karena terdorong gerakan otot.
Yo-he-ho. Teoriyo-he-ho melihat bahasa muncul dari kegiatan kerja sama yang teratur, usaha untuk sinkronisasi otot menghasilkan suatu suara yang 'menghela' bergantian dengan suara seperti ho.
e.       Teori seng-song
Ada juga teori “seng-song” yang mengatakan bahasa berawal dari nyanyian primitif  yang belum terbentuk oleh kelompok masyarakat. Selanjutnya nyanyian tersebut dipakai untuk menyampaikan maksud atau pesan dan membentuk struktur yang teratur walau sangat sederhana. Nenek moyang kita jutaan tahun lalu berbahasa dengan kosa kata dan tatabahasa yang sangat terbatas. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, sistem lambang ini pun berkembang hingga akhirnya lahir bahasa tulis. Lewat bahasa tulis, peradaban manusia berkembang menjadi demikian pesat. Dengan demikian, bahasa terbentuk dan berkembang secara evolutif
f.        Teori ta-ta
Ta-ta. Teori ini tidak ada dalam daftar Max Müller, tapi diajukan oleh Sir Richard Paget pada tahun 1930. Menurut teori ta-ta, manusia membuat perkataan pertama dengan menggerakan lidah yang meniru gerakan manual, membuatnya terdengar bersuara.
3.      Teori asal mula bahasa
Pada abad ke-17,seorang filolog Swedia mengungkapkan di Taman Eden (Surga Firdaus) Tuhan berbahasa Swedia, Adam berbahasa Denmark, dan pembantu berbahasa Perancis.
Sampai abad pertengahan banyak orang percaya awalnya bahasa di dunia ini hanya satu, yaitu bahasa Ibrani. Kemudian karena orang-orang banyak berdosa maka Tuhan menghukum mereka dengan memberinya berbagai bahasa yang berbeda agar mereka susah berhubungan (mite Menara Babil)  

-          Teori Tekanan Sosial
-          Onomatopetik
-          Interyeksi
-          Nativistik
-          Yo-He-Ho
-          Isyarat
-          Permainan vokal
-          Isyarat Oral
-          Kontrol Sosial
-          Kontak
-          Hockett-Asher

a.    Teori Tekanan Sosial (The Social Presure Theori)
Dikemukakan oleh Adam Smith. Teori ini bertolak dari anggapan bahasa manusia muncul karena manusia primitif (hominoid) dihadapkan pada kebutuhan saling memahami.Ketika mereka ingin mengungkapkan sesuatu mereka mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu.

b.    Teori Onomatopetik (tiruan bunyi alam)
Dikemukakan oleh Johann Gotfried Herder. Teori ini mengungkapkan bahwa objek-objek diberi nama sesuai dengan bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh objek tersebut. Contoh
tokek, cicit, embik (b. Indonesia)
Teori ini oleh Max Muller dinamakan teori bow-wow (bunyi salak anjing).
c.    Teori Yo-He-Ho
Teori ini memandang bahwa bahasa muncul sebagai bunyi-bunyi seruan yang muncul bersamaan dengan upaya fisik yang cukup kuat.
Bunyi  dari orang-orang yang terlibat dalam suatu kegiatan dapat menjadi sumber bahasa. untuk memberi semangat pada sesamanya, mereka akan mengucapkan bunyi-bunyi khas. 
d.    Teori Isyarat
Diajukan oleh Wilhelm Wundt dengan berdasarkan pada hukum psikologi, yaitu tiap perasaan manusia mempunyai bentuk ekspresi yang khusus. Tiap ekspresi akan mengungkapkan perasaan tertentu yang dialami seseorang hingga memunculkan bahasa isyarat. Bahasa isyarat timbul dari emosi dan gerakan-gerakan ekspresif
e.    Teori Permainan Vokal
Dikemukakan oleh Jespersen. Bahasa manusia pada mulanya berwujud senandung dan dengungan berupa permainan vokal yang diujarkan oleh alat-alat ujar.
f.     Teori Kontrol Sosial
Dikemukakan oleh Grace Andrus de Laguna. Bahasa merupakan upaya yang mengoordinasikan dan menghubungkan macam-macam kegiatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.
g.    Teori Kontak
Dikemukakan oleh G. Revesz. Teori ini menyerupai teori kontrol sosial. Hubungan-hubungan sosial pada makhluk-makhluk hidup memperlihatkan bahwa kebutuhan untuk mengadakan kontak satu dengan yang lainnya (kontak spasial, kontak emosional, dan kontak intelektual). Bahasa tumbuh dari bunyi ekspresif lalu berkembang menjadi bunyi kontak 
h.    Teori Hockett-Ascher
Bersumber pada hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.Sebuah bahasa lahir dari sebuah sistem call (panggilan) yang memunculkan sebuah teriakan-prabahasa-bahasa. 

Makalah tentang "Puasa"

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah
Seperti yang kita ketahui agama islam mempunyai lima rukun islam yang salah satunya ialah puasa, yang mana puasa termasuk rukun islam yang keempat. Karena puasa itu termasuk rukun islam jadi, semua umat islam wajib melaksanakannya namun pada kenyataannya banyak umat islam yang tidak melaksanakannya, karena apa? Itu semua karena mereka tidak mengetahui manfaat dan hikmah puasa. Bahkan, umat muslim juga masih banyak yang tidak mengetahui pengertian puasa, dan bagaimana menjalankan puasa dengan baik dan benar.
Banyak orang-orang yang melaksanakan puasa hanya sekedar melaksanakan, tanpa mengetahui syarat sahnya puasa dan hal-hal yang membatalkan puasa. Hasilnya, pada saat mereka berpuasa mereka hanyalah mendapatkan rasa lapar saja. Sangatlah rugi bagi kita jika sudah berpuasa tetapi tidak mendapatkan pahala. Oleh karena itu dalam makalah ini saya akan membahas tentang apa itu puasa, tujuan, hikmah puasa dan lain-lain.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu pengertian puasa?
2.      Apa yang menjadi dasar hukum puasa?
3.      Apa tujuan dari puasa?
4.      Apa saja hikmah puasa?
5.      Macam-macam puasa?
6.      Apa saja hal-hal yang membatalkan puasa?
C.     Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui apa itu puasa
2.      Untuk mengetahui apa dasar hukum puasa
3.      Untuk mengetahui tujuan puasa
4.      Untuk mengetahui hikmah puasa
5.      Untuk mengetahui macam-macam puasa
6.      Untuk mengetahui apa saja hal-hal yang membatalkan puasa
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Puasa
Puasa “Saumu”, menurut bahasa Arab adalah menahan dari segala sesuatu, seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Sedangkan menurut istilah agama islam yaitu menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat. Allah berfirman dalam Q.S Al-Baqarah 187 yang artinya adalah:
“Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (AL-BAQARAH: 187).
Adapun puasa dalam pengertian terminology (istilah)  agama adalah menahan diri dari makan, minum dan semua perkara yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dengan syarat-syarat tertentu.
B.     Dasar Hukum Puasa
Dasar hukum di syariatkannya ibadah puasa adalah, berdasarkan Al-Qur'an, hadits dan ijma' ulama'. Dasar hukum dari Al-Qur'an sebagai berikut:
يا أيها اللذين أمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على اللذين من قبلكم لعلكم تتّقون.
            "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (Al-Baqarah : 183)
Sedangkan dalam hadis sebagaimana yang artinya:
Dari Ibnu Umar Radhiyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “ Islam di tegakan diatas lima perkara, bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, Mendirikan Shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitullah dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR Bukhari-Muslim).


C.    Tujuan Puasa
Firman Allah surat Al-Baqarah ayat 183 menyebut tujuan puasa yaitu takwa.
Taqwa yang dalam Bahasa Indonesia berarti menjaga atau memelihara diri. Sedangkan menurut termonologi taqwa berarti menjaga atau memelihara diri agar terbebas dari azab, dari siksa, laknat dan murka dari kutukan Allah SWT.
Sedangkan menurut para ahli Tafsir terkemuka, Muhammad al-Sabuni mengatakan, ibadah puasa memiliki tujuan yang sangat besar. Pertama, puasa menjadi sarana pendidikan bagi manusia agar tetap bertakwa kepada Allah SWT.  Kedua, puasa merupakan media pendidikan bagi jiwa untuk tetap bersabar dan tahan dari segala penderitaan dalam menempuh dan melaksanakan perintah Allah SWT. Ketiga, puasa menjadi sarana untuk menumbuhkan rasa kasih saying dan persaudaraan terhadap orang lain, sehingga tumbuh rasa empati untuk menolong sesame yang membutuhkan. Keempat menanamkan rasa takwa kepada Allah SWT.
Selain memiliki tujuan spiritual, juga mengandung manfaat dan hikmah bagi kehidupan. Misalnya, puasa itu menyehatkan baik secara fisik maupun psikis (kejiwaan). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar kesehatan yang meliputi empat dimensi, yaitu sehat fisik, psikis, sosial, dan spiritual.  
D.    Hikmah Puasa
Puasa memiliki hikmah yang sangat besar terhadap manusia, baik terhadap individu maupun social, terhadap ruhani maupun jasmani.
Terhadap ruhani, puasa juga berfungsi mendidik dan melatih manusia agar terbiasa mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam diri setiap individu. Puasa juga mampu melatih kepekaan dan kepedulian social manusia dengan merasakan langsung rasa lapar yang sering di derita oleh orang miskin dan di tuntunkan untuk membantu mereka dengan memperbanyak shadaqah.
Sedangkan terhadap jasmani, puasa bisa mempertinggi kekuatan dan ketahanan jasmani kita, karena pertama, umumnya penyakit bersumber dari makanan, dan kedua, sebenarnya Allah SWT menciptakan makhluq-Nya termasuk manusia sudah ada kadarnya. Allah memberikan kelebihan demikian pula keterbatasan pada manusia, termasuk keterbatasan pada soal kadar makan-minumnya.
Perintah berpuasa dari Allah terdapat dalam Al-Quran di surat Al-Baqarah ayat 183.

“ َيَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas umat-umat sebelum kamu, agar kamu bertakwa."
Ibadah puasa itu mengandung beberapa hikmah, diantaranya sebagai berikut :
1.      Tanda terimakasih kepada Allah swt karena semua ibadah mengandung arti terima kasih kepada Allah atas nikmat pemberian-Nya yang tidak terbatas banyaknya, dan tidak ternilai harganya.
2.      Didikan kepercayaan. Seseorang yang telah sanggup menahan makan dan minum dari harta yang halal dari kepunyaannya sendiri, karena ingat perintah Allah, dan tidak akan berani melanggar segala larangan-Nya.
3.      Didikan perasaan belas kasihan terhadap fakir miskin karena seseorang yang telah merasa sakit dan pedihnya perut keroncongan. Hal itu akan dapat mengukur kesedihan dan kesusahan orang yang sepanjang masa merasakan ngilunya perut yang kelaparan karenaketiadaan. Dengan demikian, akan timbul perasaan belas kasihan dan suka menolong fakir miskin.
4.      Guna menjaga kesehatan
5.      Melaksanakan tugas dan syariat islam yang telah dibebankan kepadanya.
6.      Mengendalikan sifat serakah dan rakus yang biasanya ada dalam tiap-tiap diri manusia.
7.      Turut merasakan situasi yang dialami fakir-miskin yang setiap harinya mengalami kelaparan/kekurangan makanan, dan menumbuhkan rasa solidaritas dan kasih sayang serta saling membantu sesama.
8.      Menanamkan sikap sabar dan hidup sederhana bagi seorang muslim.
E.     Macam-Macam Puasa
Macam-macam puasa dari segi hukum
Ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan hambali sepakat bahwasanya puasa itu terbagi menjadi empat macam, yaitu :
1.      Puasa wajib, yaitu puasa bulan ramadhan, puasa kifarat, puasa nazar.
2.      Puasa sunnah (mandub)
3.      Puasa makruh
4.      Puasa haram     
a.      Puasa Wajib (Fardhu)
1.      Puasa wajib atau fardhu yaitu puasa pada bulan ramadhan.
Telah kita ketahui bahwasanya puasa fardhu ialah puasa ramadhan yang dilakukan secara tepat waktu artinya pada bulan Ramadhan secara ada’ dan demikian pula yang dikerjakan secara qadha’. Termasuk puasa fardhu lagi ialah puasa kifarat dan puasa yang dinazarkan. Ketentuan ini telah disepakati menurut para imam-imam madzhab, meskipun sebagian ulama hanafiyah berbeda pendapat dalam hal puasa yang dinazarkan. Mereka ini mengatakan bahwa puasa nazar itu puasa wajib bukan puasa fardhu.
2.      Puasa ramadhan dan dalil dasarnya
Puasa ramadhan adalah fardhu ‘ain bagi setiap orang mukllaf yang mampu berpuasa. Puasa ramdhan tersebut mulai diwajibkan pada tanggal 10 sya’ban satu setengah tahun setelah hijrah. Tentang dalil dasarnya yang menyatakan kewajiban puasa ramadhan ialah Al-qur’an, hadits dan ijma’. Dalil dari Al-qur’an iala firma Allah swt :
شهر رمضان الذي انزل فيه القران(البقرة
Artinya : (bulan yang diwajibkan berpuasa didalamnya) ialah bulan ramadhan, yang didalamanya diturunkan (permulaan) Al-qur’an.(Al-baqarah 185)
b.   Puasa Sunnah (mandub)
Puasa sunnah ialah puasa yang apabila kita kerjakan mendapat pahala, dan apabila kita tinggalkan atau tidak kita kita kerjakan tidak berdosa.Berikut contoh-contoh puasa sunnat: Puasa hari Tasu’a – ‘asyura – hari-hari putih dan sebagainya.
Puasa sunnah diantaranya ialah berpuasa pada bulan Muharram. Yang lebih utama adalah tanggal ke 9 dan ke 10 bulan tersebut :Puasa hari Arafah.
Disunnahkan berpuasa pada tanggal 9 dari bulan Dzulhijjah, dan hari itu disebut hari ‘arafah. Disunnahkannya, pada hari itu bagi selain orang yang sedang melaksanakan ibadah haji :
Puasa hari senin dan kamis.Disunnahkan berpuasa pada hari senin dan kamis setiap minggu dan di dalam melakukan puasa dua hari itu mengandung kebaikan pada tubuh. Hal demikian tak ada keraguan lagi :
Puasa 6 hari di bulan Syawal.Disunnhakan berpuasa selama 6 hari dari bulan syawal secara mutlak dengan tanpa syarat-syarat :
Puasa sehari dan berbuka sehari.Disunnahkan bagi oramg yang mampu agar berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari. Diterangkan bahwa puasa semacam ini merupakan salah satu macam puasa sunnah yang lebih utama :
Puasa bulan rajab, sya’ban dan bulan-bulan mulia yang lain.Disunnahkan berpuasa pada bulan rajab dan sya’ban menurut kesepakatan tiga kalangan imam-imam madzhab.
Adapun bulan-bulan mulia yaitu ada 4, dan yang tiga berturut-turut yakni: Dzulqa’dah, dzulhijjah dan Muharram, dan yang satu sendiri yakni bulan Rajab, maka berpuasa pada bulan-bulan tersebut memang disunnahkan .
Bila seseorang memulai berpuasa sunnah lalu membatalkannya.
Menyempurnakan puasa sunnah setelah dimulai dan meng-qadha nya jika dibatalkan adalah disunnahkan menurut ulama syafi’iyyah dan hanafiyyah.

c.  Puasa Makruh
Puasa hari jum’at secara tersendiri, puasa awal tahun Qibthi, puasa hari perayaan besar yang keduanya disendirikan tanpa ada puasa sebelumnya atau sesudahnya selama hal itu tidak bertepatan dengan kebiasaan, maka puasa itu dimakruhkan menurut tiga kelompok imam madzhab. Namun ulama madzhab syafi’I mengatakan : tidak dimakruhkan berpuasa pada kedua hari itu secara mutlaq.
d.   puasa haram
Maksudnya ialah seluruh ummat islam memang diharamkan puasa pada saat itu, jika kita berpuasa maka kita akan mendapatkan dosa, dan jika kita tidak berpuasa maka sebaliknya yaitu mendapatkan pahala. Allah telah menentukan hukum agama telah mengharamkan puasa dalam beberapa keadaan, diantaranya ialah :
-          Puasa pada dua hari raya, yakni Hari Raya Fitrah (Idul Fitri) dan hari raya kurban (idul adha)
-          Tiga hari setelah hari raya kurban. Banyak ulama berbeda pendapat tentang hal ini(fiqih empat madzhab hal 385)
-          Puasa seorang wanita tanpa izin suaminya dengan melakukan puasa sunnat, atau dengan tanpa kerelaan sang suami bila ia tidak memberikan izin secara terang-terangan. Kecuali jika sang suami memang tidak memerlukan istrinya, misalnya suami sedang pergi, atau sedang ihram, atau sedang beri’tikaf.
F.     Hal-hal yang membatalakan puasa
1.      Makan dan minum.
2.      Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali ke dalam. Muntah yang tidak disengaja tidaklah membatalkan puasa.
3.      Bersetubuh
4.      Keluar darah haid (kotoran ) atau nifas(darah sehabis melahirkan)
5.      Gila. Jika gila itu datang sewaktu siang hari, batallah puasa.
6.      Keluar mani dengan sengaja (karena bersetubuh dengan perempuan atau yang lainnya). Karena keluar mani itu adalah puncak yang dituju orang pada persetubuhan, maka hukumnya di samakan dengan bersetubuh. Adapun keluar mani karena bermimpi, menghayal, dan sebagainya tidak membatalkan puasa.
G.    Hukum Membatalkan Puasa Tanpa Alasan
Allah mewajibkan kaum muslimin untuk berpuasa, melalui firman-Nya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183)
Mengingat pentingnya puasa, syariat menetapkan ibadah puasa sebagai bagian dari rukun Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas 5 pondasi: Syahadat Laa ilaaha illallaah, wa anna muhammadan Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berhaji, dan puasa ramadhan. (Muttafaq ‘alaih).”
Karena itulah, syariat memberikan ancaman sangat keras bagi orang yang membatalkan puasa ramadhan atau sengaja tidak puasa ramadhan tanpa alasan yang benar.











BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu wajiblah bagi kita untuk melaksanakan puasa dengan ikhlas tanpa paksaan dan mengharap imbalan dari orang lain. Jika kita berpuasa dengan niat agar mendapat imbalan atau pujian dari orang lain, maka puasa kita tidak ada artinya. Maksudnya ialah kita hanya mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak mendapat pahala dari apa yang telah kita kerjakan. Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh ummat islam sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita. Sebagaimana firman Allah swt yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(Q.S Al-Baqarah)
Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh Allah swt. Allah telah memberikan kita banyak kemudahan(keringanan) untuk mengerjakan ibadah puasa ini, jadi jika kita berpuasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah kami sebutkan diatas, kita sendiri akan merasakan betapa indahnya berpuasa dan betapa banyak faidah dan manfaat yang kita dapatkan dari berpuasa ini.
Maka dari itu saudara-saudari kami sekalian, janganlah sesekali meninggalkan puasa, karena puasa ini mempunyai banyak nilai ibadah. Mulai dari langkah, tidur dan apapun pekerjaan orang yang berpuasa itu adalah ibadah.










DAFTAR PUSTAKA

Rasyid,sulaiman,Haji.2013.fiqh islam.Sinar Baru Algenso.Bandung.
Al-Quran dan Terjemahannya, Depag RI, PT. Intermasa, 1986.
Ibn Muhammad al-Jurjany, Al-Ta’rifat, Beirut: Dar al-Kitab al-Alamiyah,1977.
Al-Jarjawy, Hikmah at-Tasyri’ wa Falsafatuhu, Beirut: dar al-Fikr, 1997.
Hasbi ash-Shiddieqy, Kuliah Ibadah, Jakarta: Bulan Bintang, 1954