BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Makna akhir dari
hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal yang telah
dipelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan
hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang
didapat di sekolah dan di luar sekolah ia memiliki sejumlah pengetahuan,
kecakapan, minat-minat, dan sikap-sikap.
Seseorang tidak
dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu
menyesuaikan diri. Kondisi fisik, mental dan emosional dipengaruhi dan
diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembang
proses penyesuaian yang baik atau yang salah.
Sejak lahir
sampai meninggal seorang individu merupakan organisme yang aktif. Ia aktif
dengan tujuan dan aktifitas yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan yang memberi peluang
kepadanya untuk berfungsi sebagai anggota kelompoknya. Penyesuaian diri adalah
suatu proses. Dan salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya
adalah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis,
baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Apakah pengertian dari penyesuain diri itu?
2. Bagaimana proses penyesuaian diri?
3. Apa saja karakteristik penyesuaian diri?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi proses
penyesuaian diri?
5. Bagaimana kepribadian dengan pola penyesuaian itu?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian penyesuaian diri,
2.
Untuk mengetahui bagaimana proses penyesuaian diri,
3.
Untuk mengetahui apa saja karakter penyesuaian diri
4.
Untuk mengetahui apa saja faktor yang mempengarui proses penyesuaian diri
5.
Untuk mengetahui bagaimana
kepribadian dengan pola penyesuaian
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dapat diartikan atau
dideskripsikan sebagai berikut :
1.
Penyesuaian
berarti adaptasi: dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa “survive” dan memperbolehkan
kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang
memuaskan dengan tuntutan.
2.
Penyesuaian
dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu
dengan standar atau prinsip.
3.
Penyesuaian dapat diartikan
sebagai penguasaan,yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan
mengorganisasi respon- respon sedemikian rupa, sehingga bisa mrngatasi segala
macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien. Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas
hidup dengan cara yang adekuat/ memenuhi syarat.
4.
Penyesuaian
dapat diartikan penguasa dan kematangan emosional yang tepat pada setiap
situasi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa penyesuaian adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri
sendiri dan pada lingkunganya.
B.
Proses
Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah
proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan
sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang sempurna
tidak pernah tercapai. Penyesuaian yang sempurna terjadi jika manusia/individu
selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya di mana tidak
ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan di mana semua fungsi
organisme/individu berjalan normal.
Sekali lagi, bahwa
penyesuaian yang sempuna seperti itu tidak pernah dapat dicapai. Karena itu
penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat (lifelong
process), dan manusia terus-menerus berupaya menemukan dan mengatasi tekanan
dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.
Respon penyesuaian, baik atau buruk, secara
sederhana dapat dipandang sebagai upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi
ketegangan dan memelihara kondisi-kondisi keseimbangan yang lebih wajar. Penyesuaian adalah suatu proses kearah hubungan
yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntutan eksternal. Dalam proses
penyesuaian diri dapat saja muncul konflik, tekanan, dan frustasi, dan individu
didorong meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan diri dari ketegangan.
Apakah seseorang
berhadapan dengan penyesuaian sehari-hari yang sederhana, atau suatu
penyesuaian yang rumit, terdapat suatu pola dasar yang terdiri dari
elemen-elemen tertentu. Contoh: seorang anak yang membutuhkan rasa kasih sayang
dari ibunya yang terlalu sibuk dengan tugas-tugas lain.
Anak akan frustasi dan
berusaha sendiri menemukan pemecahan untuk mereduksi ketegangan/kebutuhan yang
belum terpenuhi. Dia mungkin mencari kasih sayang dimana-mana, atau mengisap
jarinya, atau bahkan tidak berupaya sama sekali, atau makan secara berlebihan,
sebagai respon pengganti bila kebutuhan-kebutuhan tidak terpenuhi secara wajar.
Dalam beberapa hal,
respon pengganti tidak tersedia, sehingga individu mencari suatu respon lain
yang akan memuaskan motivasi dan mereduksi ketegangan.Individu dikatakan
berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi
kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau apabila dapat diterima oleh
lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.
C. Karasteristik Penyesuaian Diri
Tidak selamnya individu
berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada
rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan
penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin
di luar dirinya. Dalam hubungannya dengan rintangan-rintangan tersebut ada
individu-individu yang dapat melakukan penyesuaian diri secara positif, namun
ada pula individu-individu yang melakukan penyesuaian diri yang salah. Berikut
ini akan ditinjau karakteristik penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian
diri yang salah.
1. Penyesuaian Diri Secara Positif
Mereka tergolong mampu melakukan
penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut:
1. Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional.
2. Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme
psikologis.
3. Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.
4. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan
diri.
5. Mampu dalam belajar.
6. Menghargai pengalaman.
7.
Bersikap
realistik dan objektif.
Dalam melakukan penyesuaian diri secara
positif, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain:
1.
Penyesuaian
dengan menghadapi masalah secara langsung.
2.
Penyesuaian
dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan).
3.
Penyesuaian
dengan trial and error atau coba-coba.
4.
Penyesuaian dengan substitusi
(mencari pengganti).
5.
Penyesuaian
diri dengan menggali kemampuan diri.
6.
Penyesuaian
dengan belajar.
7.
Penyesuaian
dengan inhibisi dan pengendalian diri.
8.
Penyesuaian
dengan perencanaan yang cermat.
2. Penyesuain Diri yang Salah
Kegagalan dalam
melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan individu
melakukan penyesuaian yang salah. Penyesuaian diri yang salah ditandai dengan
berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap
yang tidak realistik, agresif, dan sebagainya. Ada tiga bentuk reaksi dalam
penyesuaian yang salah yaitu: (i) reaksi bertahan, (ii) reaksi menyerang, dan
(iii) reaksi melarikan diri.
i.
Reaksi
Bertahan (Defence Reaction)
Individu berusaha untuk mempertahankan dirinya,
seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Ia selalu berusaha untuk menunjukkan
bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini antara lain:
·
Rasionalisasi
·
Represi
·
Proyeksi
·
“Sour
Grapes”
·
Dll
ii.
Reaksi
Menyerang (Aggressive Reaction)
Orang yang mempunyai penyesuaian diri yang
salah menunjukkan tingkah laku yang bersifat menyerang untuk menutupi
kegagalannya. Ia tidak mau menyadari kegagalannya. Reaksi-reaksinya tampak
dalam tingkah laku:
·
Selalu
membenarkan diri sendiri
·
Mau
berkuasa dalam setiap situasi
·
Mau
memiliki segalanya
·
Bersikap
senang mengganggu orang lain
·
Menggertak
baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan
·
Menunjukkan
sikap permusuhan secara terbuka
·
Menunjukkan
sikap menyerang dan merusak
·
Keras
kepala dalam perbuatannya
·
Bersikap
balas dendam
·
Memperkosa
hak orang lain
·
Tindakan
yang serampangan dan
·
Marah
secara sadis
iii.
Reaksi
melarikan diri ( Escape Reaction )
Dalam reaksi ini orang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan
melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalan, reaksinya tampak dalam
tingkah laku sebagai berikut: berfantasi yaitu memasukan keinginan yang tidak
tercapai dalam bentuk angan-angan (seolah-olah sudah tercapai}, banyak tidur,
minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, narkotika, dan regresi
yaitu kembali kepada awal (misal orang dewasa yang bersikap dan berwatak
saperti anak kecil) dan lain-lain.
D.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Proses penyesuaian Diri
Secara keseluruhan
kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu primer terhadap penyesuaian diri.
Penentu berarti faktor yang mendukung, mempengaruhi, atau menimbulkan efek pada
proses penyesuaian. Secara sekunder proses penyesuaian ditentukan oleh
faktor-faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri baik internal maupun
eksternal. Penentu penyesuaian identik dengan faktor-faktor yang mengatur
perkembangan dan terbentuknya pribadi secara bartahap. Penentu-penentu itu
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.
Kondisi
Jasmaniah
Kondisi jasmaniah seperti pembawaan
dan struktur/konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan,
aspek perkembangannya secara instrinsik bekaitan erat dengan susunan/konstitusi
tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara
tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe temperamen (Moh. Surya, 1977). Misalnya
orang yang tergolong ektomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh,
ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktifitas sosial, pemalu,
dan sebagainya.
Karena struktur jasmaniah merupakan
kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa system saraf,
kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan-gangguan dalam system saraf,
kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah
laku, dan kepribadian.
Dengan demikian, kondisi
sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi tercapainya proses
penyesuaian diri yang baik.
2.
Perkembangan,
Kematangan dan Penyesuaian Diri
Dalam proses perkembangan, respon
anak berkembang dari respon yang bersifat instinktif menjadi respon yang
diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia perubahan
dan perkembangan respon, tidak hanya melalui proses belajar saja melainkan anak
juga menjadi matang untuk melakukan respon dan ini menentukan pola-pola
penyesuaian dirinya.
Sesuai dengan hukum perkembangan,
tingkat kematangan yang dicapai berbeda antara individu yang satu dengan yang
lainnya, sehingga pencapaian pola-pola penyesuaian diri pun berbeda pula secara
individual. Dengan kata lain, pola penyesuaian diri akan bervariasi sesuai
dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Disamping itu,
hubungan antara penyesuaian dengan perkembangan dapat berbeda menurut jenis
aspek perkembangan yang dicapai. Kondisi-kondisi perkembangan mempengaruhi
setiap aspek kepribadian seperti: emosional, sosial, moral, keagamaan dan
intelektual.
3.
Penentu
Psikologis terhadap Penyesuaian diri
Banyak sekali faktor psikologis
yang mempengaruhi penyesuaian diri, diantaranya adalah:
·
Pengalaman
Tidak semua pengalaman mempunyai arti bagi
penyesuaian diri. Pengalaman-pengalaman tertentu yang mempunyai arti dalam
penyesuaian diri adalah pengalaman yang menyenangkan dan pengalaman traumatic
(menyusahkan).
·
Belajar
Proses belajar merupakan suatu dasar yang
fundamental dalam proses penyesuaian diri, karena melalui belajar ini akan
berkembang pola-pola respon yang akan membentuk kepribadian.
·
Determinasi
Diri
Dalam proses penyesuaian diri, disamping
ditentukan oleh faktor-faktor tersebut diatas, orangnya itu sendiri menentukan
dirinya, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk mencapai sesuatu yang
baik atau buruk, untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi, dan atau merusak
diri. Faktor-faktor itulah yang disebut determinasi diri.
·
Konflik
dan penyesuaian
Ada beberapa pandangan bahwa semua konflik
bersifat mengganggu atau merugikan. Sebenarnya, beberapa konflik dapat
bermanfaat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan.
Alexander
Schneiders, seorang pengarang yang ternama, menulis: "Kepri-badian adalah
kunci untuk menyesuaikan diri dan kesehatan mental. Kepriba-dian sehat, yang
berkembang dan terintegrasi dengan baik merupakan jaminan untuk penyesuaian
diri yang efektif' (Schneiders, 1965:60).
Penyesuaian
diri dan kesehatan mental Selalu dipengaruhi oleh macamnya kepribadian yang
dimiliki individu. Jadi, cara individu menangani masalah-masalahnya ditentukan
oleh kepribadiannya. Ia dianggap dapat menyesuaikan diri jika dapat memecahkan
masalah-masalahnya secara normal, dan sebaliknya dianggap tidak dapat
menyesuaikan din jika is bereaksi terhadap tekanan-tekanan dari kehidupan
sehari-hari dengan suatu simtom khusus.
Hal
yang diperhatikan secara khusus oleh para psikolog dalam penye-suaian din
adalah sejarah kehidupan individu dalam hubungan antarpribadi di mana mungkin
terdapat penyebab-penyebab bagi bermacam-macam gangguan kepribadian.
Faktor-faktor penyebab psikologis itu tidak hanya mencerminkan struktur dasar
kepribadian, tetapi juga mempengaruhi respons individu terhadap faktor-faktor
fisik atau budaya. Misalnya, perubahan kepribadian sesudah luka kepala mungkin
sangat dipengaruhi oleh kepribadian sebelum terjadinya luka karena telah
diketahui bahwa luas dan lokasi kerusakan jaringan otak yang sama pada beberapa
orang belum tentu mengakibatkan simtom-simtom psiko-logis yang sama.
Faktor-faktor penyebab psikologis biasanya banyak dan ber-operasi secara
kompleks dan tumpang tindih. Jarang sekali tingkah laku abnormal atau tingkah
laku yang tidak dapat menyesuaikan diri dapat ditelusuri sampai pada satu
faktor penyebab psikologis saja.
Segi
sejarah kehidupan yang sangat penting adalah pola hubungan antar-pribadi
individu, dan pendekatan yang sangat mudah terhadap sejarah hubungan
antarpribadi itu adalah pendekatan kronologis yang membagi rentang kehidup-an
ke dalam tujuh masa (periode), yakni masa bayi, masa awal kanak-kanak,masa
akhir kanak-kanak, masa remaja, masa awal dewasa, masa usia setengah tua, dan
masa usia lanjut. Pembagian yang berdasarkan pendekatan kronologis ini tidak
bermaksud untuk memecah-mecahkan kontinuitas sejarah hubungan antarpribadi
karena perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu masa tertentu selalu
terjalin dengan seluruh sejarah hubungan antarpribadi. Sudah barang tentu, usia
kronologis adalah petunjuk yang tidak memadai bagi pematangan individu.
Perkembangan
kepribadian mulai sejak lahir dan berjalan sedikit demi sedikit sampai mati.
Bayi hanya memiliki organ-organ kepribadian yang sangat sederhana. Dia belum
sepenuhnya diperlengkapi untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dalam kehidupan
sehari-hari. Meskipun ada potensi-potensi untuk tumbuh, namun potensi-potensi
itu harus dikembangkan supaya ciri-ciri khas dari potensi-potensi tersebut
tampak. Proses ini dikenal sebagai pematangan. Setiap ciri khas kepribadian
tidak hanya dipengaruhi oleh hereditas, melainkan juga oleh kondisi-kondisi
lingkungannya
Ada
kualitas-kualitas yang dapat diketahui sejak awal kehidupan dan cenderung
bertahan terus sehingga para pengamat dapat membuat ramalan-ramalan tentang
sifat-sifat orang itu kemudian. Tetapi hams dipahami juga bahwa kepribadian
tidak ditetapkan sekali untuk seterusnya selama tahun-tahun pertama kehidupan.
Keadaan-keadaan kemudian seperti keadaan kesehatan yang buruk,
perubahan-perubahan yang jelas dalam kondisi-kondisi di rumah atau pengalaman
traumatis sangat mempengaruhi kepribadian.
a. Arti
Kepribadian
Bagi
orang yang belum mempelajari psikologi, arti dari kata "kepribadian"
mungkin agak kabur kalau kata tersebut disamakan dengan daya tank sosial.
Apabila seseorang dikatakan berkepribadian, umumnya itu dianggap sebagai suatu
pujian, yang berarti bahwa dia diterima dengan sangat baik oleh suatu kelompok
tertentu. Arti yang tepat dari kata tersebut tidak begitu jelas bagi orang yang
memakainya, tetapi j ika dipaksa untuk menerangkannya lebih lanjut apa yang
dimaksudkan dengan kepribadian, maka dia mungkin menggambar-kannya sebagai daya
tank, sopan santun, kefasihan berbicara.
Bagi
psikolog ilmiah, interpretasi yang demikian sering disebut sebagai interpretasi
orang awam. Kata Indonesia ini merupakan terjemahan dari kata Inggris,
personality, dan kata Inggris ini diturunkan dari kata Latin, persona. Allport
telah mengadakan penelitian yang barangkali paling saksama mengenai
definisi-definisi kepribadian dan mulai dengan etimologi kata persona yang
mula-mula berarti topeng panggung yang dipakai oleh orang-orang Roma dalam
drama Yunani dan Latin.
Jadi,
kata personality mungkin sekali berasal dari dua kata Latin, per dan sonare.
Istilah personare secara harfiah berarti "berbunyi melalui". Kata
persona rupanya berasal dari dua kata tersebut yang mula-mula berarti topeng
pemain (drama), dan suara pemain dirancang berbunyi melalui topeng itu. Karena
menurut tradisi, para pemain drama dari masa itu memakai topeng-topeng di
panggung, maka mudah dipahami mengapa kata "persona" kemudian berarti
bukan topeng itu sendiri, melainkan penampilan palsu yang diciptakan oleh
topeng itu. Dan selanjutnya, persona berarti kualitas-kualitas dari pelaku
dalam drama (Allport, 1961; Feist, J., & Feist, GJ., 1998).
Konsep
persona diperluas lagi sehingga berarti penampilan lahiriah (bu-kan diri yang
sebenarnya). Ide ini kemudian diwujudkan dalam teori-teori ke-pribadian yang
lebih modern dari Carl Gustav Jung. Persona adalah topeng yang dipakai
seseorang dalam respons terhadap tuntutan-tuntutan kebiasaan masyarakat dan
terhadap kebutuhan arkhetipe dalam dirinya sendiri. Itulah peran yang diberikan
masyarakat kepada seseorang, bagian yang diharapkan oleh masyarakat supaya
dimainkan seseorang dalam hidup. Persona adalah kepribadian publik, segi-segi
yang diperlihatkan seseorang kepada dunia atau pendapat publik yang mengait
pada individu, sebagai yang berbeda dengan kepribadianprivat yang ada di
belakang tampilan sosial. Inti dari mana persona itu berkembang adalah
arkhetipe. Arkhetipe ini, seperti semua arkhetipe lain, berasal dari
pengalaman-pengalaman yang terjadi dari interaksi-interaksi sosial di mana
diandaikan bahwa peranan sosial merupakan tujuan yang berguna bagi manusia
sepanjang sejarahnya sebagai binatang-binatang sosial.
Penting
untuk diperhatikan bahwa kata persona seperti yang diutarakan oleh Jung
berlawanan dengan arti kepribadian yang sekarang. Psikolog seka-rang memakai
kata "kepribadian" untuk menunjukkan sesuatu yang nyata dan dapat
dipercayai mengenai individu. Beraneka ragam definisi yang diajukan oleh para
psikolog dengan judul-judul segi pandangan omnibus, integratif, hierarkis,
keunikan, penyesuaian diri (Allport & Vernon, hlm. 681-687) dan hakikat.
Definisi Omnibus
Pendiri
Behaviorisme, John Watson, mengemukakan suatu interpretasi me-ngenai
kepribadian yang tergolong dalam kelompok pertama ini. Istilah kepriba-dian
yang digunakan di sini untuk memasukkan segala sesuatu mengenai individu. Dia
menganggap kepribadian sebagai jumlah keseluruhan dan tingkah laku seseorang.
Gambaran seperti itu hanya menjumlahkan saja semua respons yang ada. Apabila
dijadikan satu, maka respons-respons ini merupakan kepri-badian seseorang. Ahli
teori biasanya mendaftarkan secara berurut konsep-konsep yang dianggap sangat
penting dalam menggambarkan individu dan mengemukakan bahwa kepribadian terdiri
dari konsep-konsep ini.
Definisi Integratif
Definisi
ini memberi tekanan utama pada fungsi kepribadian yang integratif atau
terorganisasi. Kepribadian tidak terbentuk secara kebetulan, tetapi memi-liki
suatu inti atau prinsip-prinsip yang mempersatukan. Definisi tersebut
me-ngemukakan bahwa kepribadian merupakan organisasi atau pola yang diberikan
pada berbagai respons yang berbeda dalam individu. Kepribadian adalah sesuatu
yang memberi tata tertib dan keharmonisan terhadap segala macam tingkah laku
yang dilakukan oleh individu. Atau, secara sederhana dapat dikatakan bahwa
sebagai makhluk yang terkoordinasi, kita mengatur tingkah laku kita dan tidak
beroperasi sebagai refleks-refleks yang terpisah-pisah.
Definisi Hierarkis
Definisi
ini adalah sama dengan membatasi fungsi-fungsi atau lapisan-lapisan sifat atau
ciri khas. Dua orang ahli teori yang sangat terkemuka dalam kelompok ini ialah
William James dan Sigmund Freud. James melihat diri (dia jarang menggunakan
kata "kepribadian") sebagai sesuatu yang terdiri dari lapisan-lapisan
yang dipandang dari dalam. Pertama, ada lapisan diri material (the material se
f) yang terdiri dari harta milik, keluarga, sahabat-sahabat seseorang. Kedua,
ada lapisan diri sosial (the social se f) yang berupa kesan-kesan orang lain
terhadap seseorang (kepribadian sebagai objek stimulus). Seseorang dapat
memiliki diri sosial sebanyak orang atau kelompok mengenalinya. Lapisan ketiga
adalah diri spiritual (the spiritual set yang digunakan untuk mengatur
kecenderungan-kecenderungan atau sifat-sifat yang bertentangan. Lapisan keempat
adalah ego murni (the pure self) yang sebenarnya tidak terpisah dari diri
social. Itulah "I" (saya) atau orang yang mengetahui dan berlawanan
dengan "seseorang" atau diri yang diperlihatkan. Ego murni merupakan
sisi lain dari diri spiritual. Diri spiritual dan ego murni adalah sisi-sisi
yang berla-wanan dari mata uang yang sama. Konsep Freud mengenai kepribadian
sebagai sesuatu yang berstruktur terdiri dari id, ego, dan superego juga cocok
kalau dimasukkan ke dalam kelompok definisi ini.
Definisi
Keunikan
Dalam
definisi ini kepribadian disamakan dengan segi-segi yang unik atau khas dari
tingkah laku. Definisi ini menunjukkan hal-hal mengenai individu yang
menyebabkan dia berbeda dari orang lain.
Definisi
Penyesuaian Diri
Dalam
kelompok definisi ini, kepribadian dipandang berdasarkan penyesuaian diri.
Penekanannya terletak pada ciri-ciri khas atau tingkah laku-tingkah laku yang
memungkinkan seseorang menyesuaikan diri atau bergaul dengan baik dalam
lingkungannya. Inilah tipe pendekatan ilmu kesehatan mental. Kepri-badian dalam
konsep ini ditentukan oleh tindakan-tindakan yang kita lakukan dan yang
membantu kita menjaga keseimbangan (ekuilibrium) atau tetap berada dalam
keharmonisan dengan lingkungan kita. Apabila usaha-usaha ini gagal, maka kita
akan sampai pada apa yang dinamakan kepribadian yang tidak mampu menyesuaikan
diri.
Definisi Hakikat
Definisi
ini mengemukakan bahwa kepribadian merupakan hakikat keadaan manusia. Ahli
teori dari kelompok ini berpendapat bahwa kepribadian merupa-kan bagian dari
individu yang sangat representatif, tidak hanya karena dia membedakan individu
tersebut dari orang-orang lain, tetapi yang lebih penting karena itulah dia
yang sebenarnya. Pandangan Allport bahwa "kepribadian merupakan hal ikhwal
orang yang sebenarnya" menggambarkan tipe dari definisi ini. Maksudnya di
sini ialah bahwa kepribadian dalam analisis yang terakhir merupakan sesuatu
yang sangat khas pada orang tersebut.
Allport
mendefinisikan kepribadian sebagai "organisasi dinamik dari sistem-sistem
psikofisik di dalam individu yang menentukan penyesuaian-penyesuaian dirinya
yang unik terhadap lingkungannya" (Allport, 1960:48). Kepribadian itu
dinamik karena kepribadian selalu berkembang dan berubah. Sistem-sistem
psikofisik adalah kebiasaan-kebiasaan, sikap-sikap khusus dan umum,
sentimen-sentimen, dan disposisi-disposisi yang dimiliki individu. Allport
menganggap kepribadian tidak semata-mata mental dan juga tidak semata-mata
neural. Kata menentukan berarti bahwa kepribadian adalah sesuatu dan melakukan
sesuatu. Unikberarti bahwa tiap orang memiliki kekhasan dalam waktu, tempat,
dan kualitas. Akhirnya, penyesuaian diri dengan lingkungan merupakan kenyataan
bahwa penyesuaian diri individu mengandung banyak tingkah laku yang spontan dan
kreatif terhadap lingkungannya.
Bayi
yang baru lahir dalam pandangan Allport (Allport, 1960:48) tidak memiliki
kepribadian karena dia belum berjumpa dengan dunia tempat di mana dia harus hidup,
dan belum mengembangkan cara-cara penyesuaian diri dan kemahiran berbeda-beda
yang kemudian akan membentuk kepribadiannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia tidak
dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri, maka penyesuaian diri
terhadap lingkungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan memerlukan proses yamg
cukup unik. Penyesuaian diri dapat diartikan adaptasi, konformitas, penguasaan,
dan kematangan emosional. Proses penyesuaian diri yang tertuju pada pencapaian
keharmonisan antara faktor internal dan eksternal anak sering menimbulkan
konflik, tekanan, frustasi, dan berbagai macam perilaku untuk membebaskan diri
dari ketegangan.
Kondisi fisik,
mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan
di mana kemungkinan akan berkembang proses penyesuaian yang baik atau salah.
Selain faktor lingkungan, faktor psikologis, kematangan, kondisi fisik, dan
kebudayaan juga mempengaruhi proses penyesuaian diri.
Permasalahan-permasalahan
penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis
keluarga seperti keretakan keluarga. Selain itu permasalahan-permasalahan
penyesuaian akan muncul bagi remaja yang sering pindah tempat tinggal.
Lingkungan
sekolah juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa remaja.
Sekolah selain megemban fungsi pengajaran juga fungsi pendidikan. Di sekolah,
guru hendaknya dapat bersikap yang lebih efektif, seperti adil, jujur,
menyenangkan dan sebagainya sehingga siswanya akan merasa senang dan aman
bersamanya.
DAFTAR PUSTAKA
Sunarto, H. & Hartono, Agung.1998. Perkembangan Peserta Didik,
Jakarta: Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar