Selasa, 02 Mei 2017

Makalah tentang "Pengembangan Kepribadian"



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang didapat di sekolah dan di luar sekolah ia memiliki sejumlah pengetahuan, kecakapan, minat-minat, dan sikap-sikap.
Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri. Kondisi fisik, mental dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembang proses penyesuaian yang baik atau yang salah.
Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organisme yang aktif. Ia aktif dengan tujuan dan aktifitas yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan yang memberi peluang kepadanya untuk berfungsi sebagai anggota kelompoknya. Penyesuaian diri adalah suatu proses. Dan salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya adalah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Apakah pengertian dari penyesuain diri itu?
2.   Bagaimana proses penyesuaian diri?
3.   Apa saja karakteristik penyesuaian diri?
4.   Apa saja faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri?
5.   Bagaimana kepribadian dengan pola penyesuaian itu?
C.    Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui pengertian penyesuaian diri,
2.    Untuk mengetahui bagaimana proses penyesuaian diri,
3.    Untuk mengetahui apa saja karakter penyesuaian diri
4.    Untuk mengetahui apa saja faktor yang mempengarui proses penyesuaian diri
5.    Untuk mengetahui bagaimana kepribadian dengan pola penyesuaian


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai berikut :
1.    Penyesuaian berarti adaptasi: dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa “survive” dan memperbolehkan kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan.
2.    Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip.
3.    Penyesuaian dapat diartikan sebagai penguasaan,yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respon- respon sedemikian rupa, sehingga bisa mrngatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien. Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang adekuat/ memenuhi syarat.
4.    Penyesuaian dapat diartikan penguasa dan kematangan emosional yang tepat pada setiap situasi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkunganya.
B.     Proses Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang sempurna tidak pernah tercapai. Penyesuaian yang sempurna terjadi jika manusia/individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya di mana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan di mana semua fungsi organisme/individu berjalan normal.
Sekali lagi, bahwa penyesuaian yang sempuna seperti itu tidak pernah dapat dicapai. Karena itu penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat (lifelong process), dan manusia terus-menerus berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.
Respon penyesuaian, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan memelihara kondisi-kondisi keseimbangan yang lebih wajar. Penyesuaian adalah suatu proses kearah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntutan eksternal. Dalam proses penyesuaian diri dapat saja muncul konflik, tekanan, dan frustasi, dan individu didorong meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan diri dari ketegangan.
Apakah seseorang berhadapan dengan penyesuaian sehari-hari yang sederhana, atau suatu penyesuaian yang rumit, terdapat suatu pola dasar yang terdiri dari elemen-elemen tertentu. Contoh: seorang anak yang membutuhkan rasa kasih sayang dari ibunya yang terlalu sibuk dengan tugas-tugas lain.
Anak akan frustasi dan berusaha sendiri menemukan pemecahan untuk mereduksi ketegangan/kebutuhan yang belum terpenuhi. Dia mungkin mencari kasih sayang dimana-mana, atau mengisap jarinya, atau bahkan tidak berupaya sama sekali, atau makan secara berlebihan, sebagai respon pengganti bila kebutuhan-kebutuhan tidak terpenuhi secara wajar.
Dalam beberapa hal, respon pengganti tidak tersedia, sehingga individu mencari suatu respon lain yang akan memuaskan motivasi dan mereduksi ketegangan.Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau apabila dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.
C.    Karasteristik Penyesuaian Diri
Tidak selamnya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin di luar dirinya. Dalam hubungannya dengan rintangan-rintangan tersebut ada individu-individu yang dapat melakukan penyesuaian diri secara positif, namun ada pula individu-individu yang melakukan penyesuaian diri yang salah. Berikut ini akan ditinjau karakteristik penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian diri yang salah.
1.      Penyesuaian Diri Secara Positif
Mereka tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut:
1.   Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional.
2.   Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.
3.   Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.
4.   Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
5.   Mampu dalam belajar.
6.   Menghargai pengalaman.
7.   Bersikap realistik dan objektif.
Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain:
1.        Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung.
2.        Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan).
3.        Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba.
4.        Penyesuaian dengan substitusi (mencari pengganti).
5.        Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan diri.
6.        Penyesuaian dengan belajar.
7.        Penyesuaian dengan inhibisi dan pengendalian diri.
8.        Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat.
2.      Penyesuain Diri yang Salah
Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan individu melakukan penyesuaian yang salah. Penyesuaian diri yang salah ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, agresif, dan sebagainya. Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah yaitu: (i) reaksi bertahan, (ii) reaksi menyerang, dan (iii) reaksi melarikan diri.
i.          Reaksi Bertahan (Defence Reaction)
Individu berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Ia selalu berusaha untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini antara lain:
·        Rasionalisasi
·        Represi
·        Proyeksi
·        “Sour Grapes”
·        Dll
ii.        Reaksi Menyerang (Aggressive Reaction)
Orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukkan tingkah laku yang bersifat menyerang untuk menutupi kegagalannya. Ia tidak mau menyadari kegagalannya. Reaksi-reaksinya tampak dalam tingkah laku:
·        Selalu membenarkan diri sendiri
·        Mau berkuasa dalam setiap situasi
·        Mau memiliki segalanya
·        Bersikap senang mengganggu orang lain
·        Menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan
·        Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka
·        Menunjukkan sikap menyerang dan merusak
·        Keras kepala dalam perbuatannya
·        Bersikap balas dendam
·        Memperkosa hak orang lain
·        Tindakan yang serampangan dan
·        Marah secara sadis
iii.           Reaksi melarikan diri ( Escape Reaction )
Dalam reaksi ini orang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalan, reaksinya tampak dalam tingkah laku sebagai berikut: berfantasi yaitu memasukan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan (seolah-olah sudah tercapai}, banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, narkotika, dan regresi yaitu kembali kepada awal (misal orang dewasa yang bersikap dan berwatak saperti anak kecil) dan lain-lain.
D.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses penyesuaian Diri
Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu primer terhadap penyesuaian diri. Penentu berarti faktor yang mendukung, mempengaruhi, atau menimbulkan efek pada proses penyesuaian. Secara sekunder proses penyesuaian ditentukan oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri baik internal maupun eksternal. Penentu penyesuaian identik dengan faktor-faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi secara bartahap. Penentu-penentu itu dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.      Kondisi Jasmaniah
Kondisi jasmaniah seperti pembawaan dan struktur/konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara instrinsik bekaitan erat dengan susunan/konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe temperamen (Moh. Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ektomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktifitas sosial, pemalu, dan sebagainya.
Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa system saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan-gangguan dalam system saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian.
Dengan demikian, kondisi sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik.
2.      Perkembangan, Kematangan dan Penyesuaian Diri
Dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang bersifat instinktif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia perubahan dan perkembangan respon, tidak hanya melalui proses belajar saja melainkan anak juga menjadi matang untuk melakukan respon dan ini menentukan pola-pola penyesuaian dirinya.
Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya, sehingga pencapaian pola-pola penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual. Dengan kata lain, pola penyesuaian diri akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Disamping itu, hubungan antara penyesuaian dengan perkembangan dapat berbeda menurut jenis aspek perkembangan yang dicapai. Kondisi-kondisi perkembangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian seperti: emosional, sosial, moral, keagamaan dan intelektual.
3.      Penentu Psikologis terhadap Penyesuaian diri
Banyak sekali faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuaian diri, diantaranya adalah:
·      Pengalaman
Tidak semua pengalaman mempunyai arti bagi penyesuaian diri. Pengalaman-pengalaman tertentu yang mempunyai arti dalam penyesuaian diri adalah pengalaman yang menyenangkan dan pengalaman traumatic (menyusahkan).



·       Belajar
Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses penyesuaian diri, karena melalui belajar ini akan berkembang pola-pola respon yang akan membentuk kepribadian.
·       Determinasi Diri
Dalam proses penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktor-faktor tersebut diatas, orangnya itu sendiri menentukan dirinya, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk mencapai sesuatu yang baik atau buruk, untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi, dan atau merusak diri. Faktor-faktor itulah yang disebut determinasi diri.
·  Konflik dan penyesuaian
Ada beberapa pandangan bahwa semua konflik bersifat mengganggu atau merugikan. Sebenarnya, beberapa konflik dapat bermanfaat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan.
Alexander Schneiders, seorang pengarang yang ternama, menulis: "Kepri-badian adalah kunci untuk menyesuaikan diri dan kesehatan mental. Kepriba-dian sehat, yang berkembang dan terintegrasi dengan baik merupakan jaminan untuk penyesuaian diri yang efektif' (Schneiders, 1965:60).
Penyesuaian diri dan kesehatan mental Selalu dipengaruhi oleh macamnya kepribadian yang dimiliki individu. Jadi, cara individu menangani masalah-masalahnya ditentukan oleh kepribadiannya. Ia dianggap dapat menyesuaikan diri jika dapat memecahkan masalah-masalahnya secara normal, dan sebaliknya dianggap tidak dapat menyesuaikan din jika is bereaksi terhadap tekanan-tekanan dari kehidupan sehari-hari dengan suatu simtom khusus.
Hal yang diperhatikan secara khusus oleh para psikolog dalam penye-suaian din adalah sejarah kehidupan individu dalam hubungan antarpribadi di mana mungkin terdapat penyebab-penyebab bagi bermacam-macam gangguan kepribadian. Faktor-faktor penyebab psikologis itu tidak hanya mencerminkan struktur dasar kepribadian, tetapi juga mempengaruhi respons individu terhadap faktor-faktor fisik atau budaya. Misalnya, perubahan kepribadian sesudah luka kepala mungkin sangat dipengaruhi oleh kepribadian sebelum terjadinya luka karena telah diketahui bahwa luas dan lokasi kerusakan jaringan otak yang sama pada beberapa orang belum tentu mengakibatkan simtom-simtom psiko-logis yang sama. Faktor-faktor penyebab psikologis biasanya banyak dan ber-operasi secara kompleks dan tumpang tindih. Jarang sekali tingkah laku abnormal atau tingkah laku yang tidak dapat menyesuaikan diri dapat ditelusuri sampai pada satu faktor penyebab psikologis saja. 
Segi sejarah kehidupan yang sangat penting adalah pola hubungan antar-pribadi individu, dan pendekatan yang sangat mudah terhadap sejarah hubungan antarpribadi itu adalah pendekatan kronologis yang membagi rentang kehidup-an ke dalam tujuh masa (periode), yakni masa bayi, masa awal kanak-kanak,masa akhir kanak-kanak, masa remaja, masa awal dewasa, masa usia setengah tua, dan masa usia lanjut. Pembagian yang berdasarkan pendekatan kronologis ini tidak bermaksud untuk memecah-mecahkan kontinuitas sejarah hubungan antarpribadi karena perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu masa tertentu selalu terjalin dengan seluruh sejarah hubungan antarpribadi. Sudah barang tentu, usia kronologis adalah petunjuk yang tidak memadai bagi pematangan individu.
Perkembangan kepribadian mulai sejak lahir dan berjalan sedikit demi sedikit sampai mati. Bayi hanya memiliki organ-organ kepribadian yang sangat sederhana. Dia belum sepenuhnya diperlengkapi untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun ada potensi-potensi untuk tumbuh, namun potensi-potensi itu harus dikembangkan supaya ciri-ciri khas dari potensi-potensi tersebut tampak. Proses ini dikenal sebagai pematangan. Setiap ciri khas kepribadian tidak hanya dipengaruhi oleh hereditas, melainkan juga oleh kondisi-kondisi lingkungannya
Ada kualitas-kualitas yang dapat diketahui sejak awal kehidupan dan cenderung bertahan terus sehingga para pengamat dapat membuat ramalan-ramalan tentang sifat-sifat orang itu kemudian. Tetapi hams dipahami juga bahwa kepribadian tidak ditetapkan sekali untuk seterusnya selama tahun-tahun pertama kehidupan. Keadaan-keadaan kemudian seperti keadaan kesehatan yang buruk, perubahan-perubahan yang jelas dalam kondisi-kondisi di rumah atau pengalaman traumatis sangat mempengaruhi kepribadian.


a.       Arti Kepribadian
Bagi orang yang belum mempelajari psikologi, arti dari kata "kepribadian" mungkin agak kabur kalau kata tersebut disamakan dengan daya tank sosial. Apabila seseorang dikatakan berkepribadian, umumnya itu dianggap sebagai suatu pujian, yang berarti bahwa dia diterima dengan sangat baik oleh suatu kelompok tertentu. Arti yang tepat dari kata tersebut tidak begitu jelas bagi orang yang memakainya, tetapi j ika dipaksa untuk menerangkannya lebih lanjut apa yang dimaksudkan dengan kepribadian, maka dia mungkin menggambar-kannya sebagai daya tank, sopan santun, kefasihan berbicara.
Bagi psikolog ilmiah, interpretasi yang demikian sering disebut sebagai interpretasi orang awam. Kata Indonesia ini merupakan terjemahan dari kata Inggris, personality, dan kata Inggris ini diturunkan dari kata Latin, persona. Allport telah mengadakan penelitian yang barangkali paling saksama mengenai definisi-definisi kepribadian dan mulai dengan etimologi kata persona yang mula-mula berarti topeng panggung yang dipakai oleh orang-orang Roma dalam drama Yunani dan Latin.
Jadi, kata personality mungkin sekali berasal dari dua kata Latin, per dan sonare. Istilah personare secara harfiah berarti "berbunyi melalui". Kata persona rupanya berasal dari dua kata tersebut yang mula-mula berarti topeng pemain (drama), dan suara pemain dirancang berbunyi melalui topeng itu. Karena menurut tradisi, para pemain drama dari masa itu memakai topeng-topeng di panggung, maka mudah dipahami mengapa kata "persona" kemudian berarti bukan topeng itu sendiri, melainkan penampilan palsu yang diciptakan oleh topeng itu. Dan selanjutnya, persona berarti kualitas-kualitas dari pelaku dalam drama (Allport, 1961; Feist, J., & Feist, GJ., 1998).
Konsep persona diperluas lagi sehingga berarti penampilan lahiriah (bu-kan diri yang sebenarnya). Ide ini kemudian diwujudkan dalam teori-teori ke-pribadian yang lebih modern dari Carl Gustav Jung. Persona adalah topeng yang dipakai seseorang dalam respons terhadap tuntutan-tuntutan kebiasaan masyarakat dan terhadap kebutuhan arkhetipe dalam dirinya sendiri. Itulah peran yang diberikan masyarakat kepada seseorang, bagian yang diharapkan oleh masyarakat supaya dimainkan seseorang dalam hidup. Persona adalah kepribadian publik, segi-segi yang diperlihatkan seseorang kepada dunia atau pendapat publik yang mengait pada individu, sebagai yang berbeda dengan kepribadianprivat yang ada di belakang tampilan sosial. Inti dari mana persona itu berkembang adalah arkhetipe. Arkhetipe ini, seperti semua arkhetipe lain, berasal dari pengalaman-pengalaman yang terjadi dari interaksi-interaksi sosial di mana diandaikan bahwa peranan sosial merupakan tujuan yang berguna bagi manusia sepanjang sejarahnya sebagai binatang-binatang sosial.
Penting untuk diperhatikan bahwa kata persona seperti yang diutarakan oleh Jung berlawanan dengan arti kepribadian yang sekarang. Psikolog seka-rang memakai kata "kepribadian" untuk menunjukkan sesuatu yang nyata dan dapat dipercayai mengenai individu. Beraneka ragam definisi yang diajukan oleh para psikolog dengan judul-judul segi pandangan omnibus, integratif, hierarkis, keunikan, penyesuaian diri (Allport & Vernon, hlm. 681-687) dan hakikat.
Definisi Omnibus
Pendiri Behaviorisme, John Watson, mengemukakan suatu interpretasi me-ngenai kepribadian yang tergolong dalam kelompok pertama ini. Istilah kepriba-dian yang digunakan di sini untuk memasukkan segala sesuatu mengenai individu. Dia menganggap kepribadian sebagai jumlah keseluruhan dan tingkah laku seseorang. Gambaran seperti itu hanya menjumlahkan saja semua respons yang ada. Apabila dijadikan satu, maka respons-respons ini merupakan kepri-badian seseorang. Ahli teori biasanya mendaftarkan secara berurut konsep-konsep yang dianggap sangat penting dalam menggambarkan individu dan mengemukakan bahwa kepribadian terdiri dari konsep-konsep ini.
 Definisi Integratif
Definisi ini memberi tekanan utama pada fungsi kepribadian yang integratif atau terorganisasi. Kepribadian tidak terbentuk secara kebetulan, tetapi memi-liki suatu inti atau prinsip-prinsip yang mempersatukan. Definisi tersebut me-ngemukakan bahwa kepribadian merupakan organisasi atau pola yang diberikan pada berbagai respons yang berbeda dalam individu. Kepribadian adalah sesuatu yang memberi tata tertib dan keharmonisan terhadap segala macam tingkah laku yang dilakukan oleh individu. Atau, secara sederhana dapat dikatakan bahwa sebagai makhluk yang terkoordinasi, kita mengatur tingkah laku kita dan tidak beroperasi sebagai refleks-refleks yang terpisah-pisah.

Definisi Hierarkis
Definisi ini adalah sama dengan membatasi fungsi-fungsi atau lapisan-lapisan sifat atau ciri khas. Dua orang ahli teori yang sangat terkemuka dalam kelompok ini ialah William James dan Sigmund Freud. James melihat diri (dia jarang menggunakan kata "kepribadian") sebagai sesuatu yang terdiri dari lapisan-lapisan yang dipandang dari dalam. Pertama, ada lapisan diri material (the material se f) yang terdiri dari harta milik, keluarga, sahabat-sahabat seseorang. Kedua, ada lapisan diri sosial (the social se f) yang berupa kesan-kesan orang lain terhadap seseorang (kepribadian sebagai objek stimulus). Seseorang dapat memiliki diri sosial sebanyak orang atau kelompok mengenalinya. Lapisan ketiga adalah diri spiritual (the spiritual set yang digunakan untuk mengatur kecenderungan-kecenderungan atau sifat-sifat yang bertentangan. Lapisan keempat adalah ego murni (the pure self) yang sebenarnya tidak terpisah dari diri social. Itulah "I" (saya) atau orang yang mengetahui dan berlawanan dengan "seseorang" atau diri yang diperlihatkan. Ego murni merupakan sisi lain dari diri spiritual. Diri spiritual dan ego murni adalah sisi-sisi yang berla-wanan dari mata uang yang sama. Konsep Freud mengenai kepribadian sebagai sesuatu yang berstruktur terdiri dari id, ego, dan superego juga cocok kalau dimasukkan ke dalam kelompok definisi ini.
Definisi Keunikan
Dalam definisi ini kepribadian disamakan dengan segi-segi yang unik atau khas dari tingkah laku. Definisi ini menunjukkan hal-hal mengenai individu yang menyebabkan dia berbeda dari orang lain.
Definisi Penyesuaian Diri
Dalam kelompok definisi ini, kepribadian dipandang berdasarkan penyesuaian diri. Penekanannya terletak pada ciri-ciri khas atau tingkah laku-tingkah laku yang memungkinkan seseorang menyesuaikan diri atau bergaul dengan baik dalam lingkungannya. Inilah tipe pendekatan ilmu kesehatan mental. Kepri-badian dalam konsep ini ditentukan oleh tindakan-tindakan yang kita lakukan dan yang membantu kita menjaga keseimbangan (ekuilibrium) atau tetap berada dalam keharmonisan dengan lingkungan kita. Apabila usaha-usaha ini gagal, maka kita akan sampai pada apa yang dinamakan kepribadian yang tidak mampu menyesuaikan diri.

Definisi Hakikat
Definisi ini mengemukakan bahwa kepribadian merupakan hakikat keadaan manusia. Ahli teori dari kelompok ini berpendapat bahwa kepribadian merupa-kan bagian dari individu yang sangat representatif, tidak hanya karena dia membedakan individu tersebut dari orang-orang lain, tetapi yang lebih penting karena itulah dia yang sebenarnya. Pandangan Allport bahwa "kepribadian merupakan hal ikhwal orang yang sebenarnya" menggambarkan tipe dari definisi ini. Maksudnya di sini ialah bahwa kepribadian dalam analisis yang terakhir merupakan sesuatu yang sangat khas pada orang tersebut.
Allport mendefinisikan kepribadian sebagai "organisasi dinamik dari sistem-sistem psikofisik di dalam individu yang menentukan penyesuaian-penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya" (Allport, 1960:48). Kepribadian itu dinamik karena kepribadian selalu berkembang dan berubah. Sistem-sistem psikofisik adalah kebiasaan-kebiasaan, sikap-sikap khusus dan umum, sentimen-sentimen, dan disposisi-disposisi yang dimiliki individu. Allport menganggap kepribadian tidak semata-mata mental dan juga tidak semata-mata neural. Kata menentukan berarti bahwa kepribadian adalah sesuatu dan melakukan sesuatu. Unikberarti bahwa tiap orang memiliki kekhasan dalam waktu, tempat, dan kualitas. Akhirnya, penyesuaian diri dengan lingkungan merupakan kenyataan bahwa penyesuaian diri individu mengandung banyak tingkah laku yang spontan dan kreatif terhadap lingkungannya.
Bayi yang baru lahir dalam pandangan Allport (Allport, 1960:48) tidak memiliki kepribadian karena dia belum berjumpa dengan dunia tempat di mana dia harus hidup, dan belum mengembangkan cara-cara penyesuaian diri dan kemahiran berbeda-beda yang kemudian akan membentuk kepribadiannya. 
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Manusia tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri, maka penyesuaian diri terhadap lingkungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan memerlukan proses yamg cukup unik. Penyesuaian diri dapat diartikan adaptasi, konformitas, penguasaan, dan kematangan emosional. Proses penyesuaian diri yang tertuju pada pencapaian keharmonisan antara faktor internal dan eksternal anak sering menimbulkan konflik, tekanan, frustasi, dan berbagai macam perilaku untuk membebaskan diri dari ketegangan.
Kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan di mana kemungkinan akan berkembang proses penyesuaian yang baik atau salah. Selain faktor lingkungan, faktor psikologis, kematangan, kondisi fisik, dan kebudayaan juga mempengaruhi proses penyesuaian diri.
Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Selain itu permasalahan-permasalahan penyesuaian akan muncul bagi remaja yang sering pindah tempat tinggal.
Lingkungan sekolah juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa remaja. Sekolah selain megemban fungsi pengajaran juga fungsi pendidikan. Di sekolah, guru hendaknya dapat bersikap yang lebih efektif, seperti adil, jujur, menyenangkan dan sebagainya sehingga siswanya akan merasa senang dan aman bersamanya.










DAFTAR PUSTAKA


Sunarto, H. & Hartono, Agung.1998. Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar