Senin, 16 Mei 2016

Makalah Sosiologi Antropologi



PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang Masalah
Kebudayaan memang sangat berpengaruh bagi ilmu pengetahuan, meskipun tidak semua ilmuwan mengatakan hal tersebut. Seperti halnya pemikir Barat tradisional yang berpendapat dan beranggapan bahwa isi ilmu pengetahuan bebas dari determinasi budaya. Mereka berpendapat segala hal yang berhubungan dengan ide-ide ilmu pengetahuan itu muncul sesuai logika mereka. Pandangan ini biasanya desebut dengan Internalis Ilmiah. Hal tersebut berbanding terbalik dengan para pemikir Barat modern, mereka beranggapan bahwa ide-ide ilmu pengetahuan dibentuk oleh pengaruh budaya eksternal. Mereka menegaskan bahwa ilmu pengetahuan tidak muncul secara objektif melainkan secara subjektif dan relatif.
            Darwin berpendapat Ilmu pengetahuan adalah suatu perjuangan untuk tetap hidup, yang mencakup persaingan yang ekstrem. Pertahanan hidup dalam persaingan tidak akan teraih oleh mereka yang malu atau lemah. Pertahanan hidup akan dimenangkan oleh mereka yang kuat menghadapi konflik dan berkompetisi dengan orang lain. Untuk bertahan, seseorang harus dapat menciptakan pendukung. Pendukung ini harus sistematis, teratur dan matang. Ilmu pengetahuan diciptakan oleh mereka yang berhasil menjadi pemenang dan meraih pertahanan hidup, serta bermaksud mempertahankan kemenangannya. Seperti halnya guru, guru  memang menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Guru dapat dihormati oleh masyarakat karena kewibawaannya, sehingga masayarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat percaya bahwa dengan adanya guru,  maka dapat mendidik dan membentuk kepribadian anak didik mereka dengan baik agar mempunyai intelektualitas yang tinggi serta jiwa kepemimpinan yang bertanggung jawab. Jadi dalam pengertian yang sederhana, guru dapat diartikan sebagai orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Sedangkan guru dalam pandangan masyarakat itu sendiri adalah orang yang melaksanakan pendidikan ditempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan yang formal saja tetapi juga dapat dilaksanakan dilembaga pendidikan non-formal seperti di masjid, di surau/mushola, di rumah dan sebagainya.
Seorang guru mempunyai kepribadian yang khas. Disatu pihak guru harus ramah, sabar, menunjukkan pengertian, memberikan kepercayaan dan menciptakan suasana aman. Akan tetapi di lain pihak, guru harus memberikan tugas,mendorong siswa untuk mencapai tujuan, menegur, menilai, dan mengadakan koreksi. Dengan demikian, kepribadian seorang guru seolah-olah terbagi menjadi 2 bagian. Di satu pihak bersifat empati, di pihak lain bersifat kritis. Di satu pihak menerima, di lain pihak menolak. Maka seorang guru yang tidak bisa memerankan pribadinya sebagai guru, ia akan berpihak kepada salah satu pribadi saja. Hubungan antara guru dan murid mempunyai sifat yang relatif stabil. Ciri khas dari hubungan ini ialah status yang tak sama antara guru dan murid. Dalam hubungan guru-murid biasanya hanya murid yang diharapkan mengalami perubahan kelakuan sebagai hasil belajar. Perubahan kelakuan yang diharapkan pada murid mengenai hal-hal tertentu yang lebih spesifik, misalnya agar anak menguasai bahan pelajaran tertentu. guru dalam hubungannya dengan murid bermacam-macam tergantung interaksi sosial yang dihadapinya. Dalam situasi formal, yakni dalam usaha guru mendidik dan mengajar anak dalam kelas guru harus sanggup menunjukkan kewibawaan atau otoritasnya, artinya ia harus mampu mengendalikan, mengatur, dan mengontrol kelakuan anak. Dalam situasi informal guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial, misalnya sewaktu rekreasi, berolahraga, berpiknik atau kegiatan lainnyaDan berdasarkan hal-hal tersebut, seorang guru harus bisa memilah serta memilih kapan saatnya berempati kepada siswa, kapan saatnya kritis, kapan saatnya menerima dan kapan saatnya menolak. Dengan perkatan lain, seorang guru harus mampu berperan ganda. Peran ganda ini dapat di wujudkan secara berlainan sesuai dengan situasi dan kondisi yang di hadapi.
Tugas guru sebagai suatu profesi, menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai pendidik, meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan ketrampilan dan menerapakannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik. Guru juga mempunyai kemampuan, keahlian atau sering disebut dengan kompetinsi profesional. Kompetensi profesional yang dimaksud tersebut adalah kemampuan guru untuk menguasai masalah akademik yang sangat berkaitan dengan pelaksanaan proses belajar mengajar, sehingga kompetensi ini mutlak dimiliki guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana pengaruh kebudayaan bagi ilmu pengetahuan?
2.    Bagaimana pandangan evolusinisme tentang ilmu pengetahuan?
3.    Apa pengertian guru?
4.    Apakah guru sebagai kedudukan terhormat?

C.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Dapat menjelaskan pengaruh kebudayaan bagi ilmu pengetahuan.
2.    Dapat menjelaskan pandangan evolusinisme tentang ilmu pengetahuan.
3.    Dapat menjelaskan pengertian guru.
4.    Dapat mendeskripsikan guru sebagai kedudukan terhormat.


PEMBAHASAN


A.        Pengaruh Kebudayaan Bagi Ilmu Pengetahuan
Sebuah pernyataan besar muncul ke permukaan, yaitu apakah ilmu pengetahuan sebagai ide – ide khusus yang dikemukakan para ilmuan ditentukan oleh kondisi – kondisi budaya?
Para pemikir Barat tradisional berpandangan bahwa isi ilmu pengetahuan bebas dari determinasi budaya. Rata-rata para sarjana Barat berpendapat bahwa ide-ide ilmu pengetahuan muncul sesuai dengan logika internal mereka, tanpa pengaruh budaya. Pandangan ini dikenal dengan sebutan internalis ilmiah.
Kebanyakan antropolog menganut pandangan internalis ilmiah (Sanderson, 2003). Salah seorang antropolog terkemuka yang benar-benar yakin mendukung pandangan internalis ilmiah adalah joseph ben-david (1971). Dia menyatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan produk intelektual, bukan produk budaya.
            Sebagian pemikir barat modern berpandangan bahwa ide-ide ilmu pengetahuan dibentuk oleh pengaruh budaya eksternal. Mereka menegaskan bahwa ilmu pengetahuan tidak muncul secara objektif, tetapi muncul secara subjektif dan relatif. Pandangan ini dikenal dengan sebutan eksternalis ilmiah. Ilmu pengatahuan ditentukan secara budaya, bukan secara intelektual (mulkay, 1979).
            Teori-teori ilmiah muncul berdasarkan pertimbangan-pertimbangan budaya. Pernyataan ini dapat dilihat dalam tulisan-tulisan Theodore Brown (1970). Brown menjelaskan sebuah pendekatan mekanistik mengenai kehidupan sejumlah dokter dan filsuf alam inggris pada abad ke-17. Dia menegaskan bahwa motifasi para dokter dan filsuf dalam menerima mekanisme ilmiah pada dasarnya bersifat politis, tidak bersifat intelektual. Sebab, mereka terasosiasi dalam suatu organisasi, yaitu The Royal College of Physicians, yang prestisius dan memonopoli dalam berbagai pandangan kemedisan dan filsafat. Karena kepentingan politis, seluruh pandangan mereka tidak berdiri sendiri, tetapi sudah sangat subjektif, sesuai dengan kepentingan prestisius dan monopoli mereka. Pandangan-pandangan mereka lebih berupa sebuah pertahanan dari serangan-serangan para pesaingnya.
            Sebuah pandangan yang lebih ekstrem dari pandangan brown dikemukakan oleh Harry Collins. Dia membuat sebuah kelompok yang gemar menyuarakan konsep relativisme. Collins sangat yakin bahwa seluruh analisis empiris para ilmuan merupakan hasil negosiasi budaya. Kekuasaan, sumber daya dan kepentinga lain mereka berpengaruh  sekali terhadap teori-teori dan rumusan-rumusan ilmiah mereka.
            Collins dan rekan-rekannya melakukan sejumlah studi melalui wawancara dengan para ilmuwan yang berbeda, seperti dokter da psykolog. Mereka ditanya tentang cara mencapai kosensus teoritis. Collins menemukan bahwa mereka saling mendiskreditkan teori-teori mereka, ketika tidak terjadi kesepakatan temuan empiris diantara mereka. Collins sangat yakin bahwa kepentingan prestise mereka sangat kuat.
Tidak diragukan lagi bahwa para ilmuwan, seperti pelaku-pelaku sosial lainnya, dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan kekuasaan, prestise, dan monopoli. Sehubungan dengan itu, ilmu pengetahuan adalah sebuah proses sosial dan para ilmuwannya dimotivasi untuk memenuhi kepentingan sosial mereka. Akan tetapi, hal tersebut bukan satu-satunya faktor yang relevan dengan ide-ide ilmiah para ilmuwan.
            Larry laudan (1982) lebih berpandangan positif terhadap para ilmuwan. Menyebutkan bahwa salah satu kepentingan yang mendasar bagi para ilmuwan adalah kepentingan penalaran (cognitive). Mereka mempunyai kepentingan mendesak dalam memproduksi teori – teori yang baik. Buktinya, meskipun para ilmuwan sering berkontroversi dalam interpretasi ilmiah, mereka sering mencapai tingkat konsensus teoretis yang tinggi dan mampu menyelesaikan kontroversi itu dengan cara yang sulit dilakukan oleh orang-orang yang bukan ilmuwan.
            Secara umum, sebagaimana dikatakan olen brown dan Collins, faktor-faktor budaya memainkan peranan dalam pembentukan isi ide ilmiah sehingga ide ilmiah tidak bersifat independen dan muncul secara “sembarangan”. Kita mengambil salah satu contoh ide ilmiah yang tidak lepas dari pengaruh faktor budaya yang kuat, yaitu teori evolusi dari Darwin.
Masyarakat awam menyepakati bahwa Darwin berhasil menemukan ide besar itu setelah ia mengumpulkan observasi terperinci atas tumbuh-tumbuhan dan kehidupan hewan. Ia memerhatikan dengan cermat kegiatan-kegiatan peternak, membaca karya-karya intelektual hebat karya ahli geologi, Charles Lyell, dan seorang filsuf kenamaan, Thomas Robert Malthus.
Akan tetapi, apabila kita melihat sifat lingkungan sosial yang didiami oleh Darwin adalah lingkungan kapitalisme industri, tampak bahwa kehidupan sosial dan ekonomi pada waktu itu sangat suram, sekurang-kurangnya bagi mayoritas penduduk yang berjuang untuk hidup dengan jalan bekerja di bengkel-bengkel industri, kehidupan saat itu tampak sebagai perjuangan yang sangat dahsyat. Untuk tetap hidup, setiap individu harus memeras keringat. Banyak diantara mereka yang tidak berhasil.
Ide-ide Darwin dikondisikan oleh sifat umum masyarakat pada masa ia hidup. Ide evolusi melalui seleksi alam Darwin muncul saat kondisi sosial memang seperti itu. Alfred Rusell Wallace, seorang pemikir Inggris angkatan Darwin mengembangkan ide yang sama pada waktu Darwin mengemukakan konsepnya.
Fungsionalisme adalah pendekatan antropologis tingkat makro yang dominan sejak tahun 1945 sampai 1965. Pendekatan fungsionalisme merupakan strategi yang cocok dengan waktu itu. Pada waktu itu terdapat ketenangan politik dan kepuasan dalam kehidupan masyarakat Amerika.
Pada sisi politik, pendekatan fungsionalisme dituduh sebagai pendekatan konservatif dalam studi kehidupan sosial. Pendekatan konflik didasarkan pada rumusan-rumusan marxian.
Perubahan dominasi pendekatan fungsionalisme oleh pendekatan konflik merupakan produk perubahan besar yang terjadi dalam kehidupan sosial Amerika pada tahun 1960-an. Tahun tersebut merupakan masa pemberontakan politik dan budaya di Amerika.
Gejala-gejala sosial tersebut tidak bisa dijelaskan secara memadai oleh analisis fungsionalis. Akibatnya, pamor fungsionalisme semakin rontok. Dan pamor pendekatan konflik meningkat tajam.
B.         Pandangan Evolusinisme Darwin tentang Ilmu Pengetahuan
Sebuah penjelasan yang berhaluan evolusionisme Darwin terdapat dalam buku science as a process: an Evolutionary Account of the social an conceptual Development of science (1988), tulisan David Hull. Berikut ini merupakan intisari pernyataan Hull tersebut ditambah beberapa sisipan dari penulis.
            Ilmu pengetahuan adalah suatu perjuangan untuk tetap hidup, yang mencakup persaingan yang ekstrem. Pertahanan hidup dalam persaingan tidak akan teraih oleh mereka yang malu atau lemah. Pertahanan hidup akan dimenangkan oleh mereka yang kuat menghadapi konflik dan berkompetisi dengan orang lain. Untuk bertahan, seseorang harus dapat menciptakan pendukung. Pendukung ini harus sistematis, teratur dan matang. Ilmu pengetahuan diciptakan oleh mereka yang berhasil menjadi pemenang dan meraih pertahanan hidup, serta bermaksud mempertahankan kemenangannya.
            Pengetahuan yang diterangkan oleh para ilmuwan bukan merupakan bagian dari etos pengetahuan. Kerendahan hati atau egalitarianisme tidak pernah menjadi karakter kaum ilmuwan. Mereka selalu memosisikan diri pada posisi luhur, terhormat, dan elitis dengan simbol tertentu yang disakralkan. Kita melihat profesor mengenakan jubah kebesarannya, seorang ahli kimia menggunakan busana khusus, padahal tanpa busana seperti itu pun, hal ikhwal kimia bisa dijelaskan. Kita juga melihat seorang ahli medis menggunakan busana tertentu. Padahal, tanpa busana yang mereka biasa gunakan pun, jarum suntik bisa ditusukkan ke tubuh pasien. Begitupun dengan pekerjaan-pekerjaan lain yang menggunakan seragam.
            Masih dalam science as a process, Hull mengemukakan bukti yang terperinci mengenai perilaku yang kotor dan agresif para ilmuwan sebagai gejala umum. Kerja sama dan persaingan adalah mutlak bagi ilmu pengetahuan. Kalaupun ada persaingan antara yang satu dengan yang lainnya, hal tersebut hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Mereka akan mengutip karya-karya orang lain yang isi didalamnya mendukung argumennya.
Hull memandang perilaku ilmuwan  tersebut sebagai upaya untuk mempertahankan posisi dan dominasi. Kerja sama ilmiah yang tampak ke permukaan sebagai usaha untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pada kenyataannya, hal tersebut hanyalah trik-trik untuk kepentingan dirinya sendiri.mereka menyamarkan kepentingan tersebut melalui baju ilmu pengetahuan.
Lebih jauh dari itu, jika para ilmuwan bekerjasama dengan teman konseptualnya pada dasarnya mereka sedang mengusahakan strategi tempur melawan para ilmuwan  yang konsepnya tidak sama dengan mereka. Mereka memastikan bahwa penentang konsep mereka harus dikalahkan. Untuk tujuan ini diperlukan strategi yang sangat kuat melalui kerja sama konseptual.
Upaya-upaya konseptual yang dilakukan oleh sekelompok ilmuwan untuk mengalahkan para penentangnya ternyata sangat penting  bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Lahirlah sejumlah ide dan konsep ilmu pengetahuan yang beragam. Dunia pengetahuan semakin berwarna dan semarak oleh perdebatan dan konflik para ilmuwan.
Pertemuan yang runcing dan kadang berkepanjangan dikalangan ilmuwan melahirkan konsep-konsep dan teori-teori yang lebih baik. Secara perlahan, teori-teori yang lebih baik akan mengalahkan konsep dan teori yang lebih buruk, pertempuran ini menjadi seperti seleksi alam yang terjadi dan berjalan di dunia ilmu pengetahuan.
Penjelasan provokatif  David Hull menjadi perdebatan diantara kaum eksternalis dan  internalis. Bagi kaum internalis, penjelasan Hull adalah sebuah  narasi jahat yang menuding pengetahuan sebagai produk manusia-manusia durjana yang ambisius. Adapun bagi kaum eksternalis, penjelasan Hull adalah “Wahyu” ajaib yang benar-benar mendukung keyakinan mereka.
Sebuah penjelasan Hull yang tidak kalah provokatif  adalah pernyataannya bahwa bila bukan karna hal yang diatas, para ilmuwan mempunyai kepentingan karier yang kuat. Tidak terlalu penting untuk menyatakan bahwa para ilmuwan mengembangkan sebuah teori karna ambisi-ambisi mereka. Sebab pada akhirnya, semua ide atau teori, dari mana dan dari siapa datangnya, akan mengalami ujian kelayakan juga. Artinya, proses seleksi alam pasti akan dialaminya.

C.        Pengertian Guru
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001 :337), guru adalah manusia
yang tugasnya (profesinya) mengajar. Adapun menurut Vembrianto (1994: 21) dalam kamus pendidikan, guru adalah pendidik profesional disekolah dengan tugas utama mengajar. Pada sisi lain, guru diidentikkan dengan istilah pendidik karna makna pendidik sebagai usaha untuk membimbing, mengerahkan mentransfer ilmu dapat dilakukan secara umum.
            Secara linguistik, istilah yang bermakna guru terdapat diseluruh bahasa dunia. Dalam bahasa Inggris, umpamanya, dikenal dengan istilah teacher yang padanan bahasa indonesianya adalah guru. Teacher memiliki arti : A person whose occupation is teaching others, yaitu seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain (Syah, 2003: 222). Adapun  dalam bahasa arab untuk penyebutan guru dikenal istilah – salah satunya – mu’alim, yaitu orang yang menjadikan orang lain berilmu atau orang yang menyampaikan suatu informasi kepada orang lain (Baalbaki, 1997 : 1073)
Guru dalam bahasa jawa adalah menunjuk pada seorang yang harus digugu dan ditiru oleh semua murid dan bahkan masyarakat. Harus digugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakkini sebagai kebenaran oleh semua murid. Sedangkan  ditiru  artinya  seorang guru harus  menjadi suri tauladan  (panutan) bagi semua muridnya.
Secara tradisional guru adalah seorang yang berdiri didepan kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan.
Adapun pengertian yang lain tentang guru adalah seorang administrator, informator, konduktor dan sebagainya, dan harus berkelakuan menurut harapan mesyarakatnya, Dari guru, sebagai pendidik dan pembangun generasi baru diharapkan tingkah laku yang bermoral tinggi demi masa depan negara dan bangsa.
Secara keprofesian formal, guru adalah sebuah jabatan akademik yang memiliki tugas sebagai pendidik. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Undang-Undang sisdiknas No. 20 tahun 2003, Bab XI pasal 39 Ayat 2). Guru sebagai seorang tenaga kependidikan yang profesional berbeda pekerjaannya dengan profesi lain. Karena ia merupakan suatu profesi, maka dibutuhkan kemampuan daan keahlian khusus dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Rusyan, 1990: 5).
Istilah lain yang masih berkenaan dengan guru dan berkembang di masyarakat adalah pendidik. Istilah ini menjadi fokus dari berbagai kalangan dalam dunia pendidikan karena pendidik menggunakan istilah yang sangat luas dan konfrehensif, sehingga lebih menggeneralisasikan  makna pendidik dalam konteks luas. Istilah pendidik ini dapat dilihat dari pendapat fadhil Al-Djamali yang dikutip oleh ramayulis (2002: 85-86) bahwa pendidik adalah orang yang mengerahkan manusia pada kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia. Lebih jauh, Ramayulis melihat konsep pendidik pada tatanan pendidikan islam, bahwa pendidik dalam konteks ini adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain.
Secara istilah, pendidik adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan pengembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam (Ahmad Tafsir, 2002:41)
Menurut Noor Jamaluddin (1978: 1) Guru adalah pendidik, yaitu orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang sanggup berdiri sendiri.
Secara umum menurut Ahmad D. Marimba, pendidik adalah orang yang memikul pertanggung jawaban untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik (Ahmad D.Marimba. 1980:37)
Menurut Peraturan Pemerintah Guru adalah jabatan fungsional, yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan keahlian atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.
Menurut Keputusan Men.Pan  Guru adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan di sekolah.
Undang-undang tentang Guru dan Dosen No. 14 tahun 2005 Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru juga dapat dikatakan sebagai pendidik dan pengajar anak, guru diibaratkan seperti ibu kedua yang mengajarkan berbagai macam hal yang baru dan sebagai fasilitator anak supaya  dapat belajar dan mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal, hanya saja ruang lingkupnya guru berbeda, guru mendidik dan mengajar di sekolah negeri ataupun swasta.
Dengan demikian, pendapat bahwa pendapat bahwa pendidik bukan hanya guru memang tak bisa disangkal. Orangtua adalah pendidik utama bagi anak-anaknya. Para pemimpin dapat menjadi pendidik bagi orang – orang yang dipimpinnya, bahkan seorang teman sebayapun bisa menjadi seorang pendidik bagi teman sebayanya. Jadi, siapapun yang melibatkan diri dan memberikan peranan dalam memberikan bimbingan, pengajaran atau pelatihan terhadap orang lain bisa disebut sebagai guru.
Guru dalam bahasa sanskerta, yang arti harfiahnya adalah “berat”. Dalam bahasa indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik (www.wikipedia.com. 27 Februari 2008)
Dalam pengertian formal, guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidika formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
Dalam agama Hindu, guru merupakan simbol bagi suatu tempat suci yang berisi ilmu (vidya) dan pembagi ilmu. Seorang guru adalah pemandu spiritual/kejiwaan murid-muridnya. Dalam agama budha guru adalah orang yang memandu muridnya dalam jalan menuju kebenaran.
Sementara itu, guru dalam terminologi umum bagi orang karo adalah tabib. Beberapa orang karo lainnya menyinonimkan kata guru dengan kata dukun. Guru ini sangat berperan dalam ritual-ritual keagamaan atau upacara-upacara tradisional.
Ada beberapa pendapat para ahli tentang sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru, antara lain sebagai berikut:
1.    Menurut purwanto (1998:140-148), syarat-syarat guru adalah berijazah, sehat jasmani dan rohani, Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menyukai murid-muridnya, sabar dan rela berkorban, memiliki kewibawaan terhadap anak-anak, penggembira, bersikap baik terhadapmasyarakat, benar-benar menguasai mata pelajarannya, menyukai mata pelajaran yang diberikan dan berpengetahuan luas.
2.    Menurut An-Nahlawi (1989: 239-246), tujuan, tingkah laku dan pola pikir guru bersifat rabbani, ikhlas, bersabar, jujur, membekali diri dengan ilmu, mampu menggunakan metode mengajar, mampu mengelola siswa, mempelajari kehidupan psikis para siswa, tanggap terhadap berbagai persoalan, dan bersikap adil.
3.    Dalam pandangan Al-Abrasyi (1988: 20-25), sifat-sifat guru yang Islami, antara lain zuhud, bersih jiwa dan raga, tidak ria, tidak pendendam, tidak menyenangi permusuhan, tidak malu mengakui ketidaktahuan, tegas dalam perkataan dan perbuatan, bijaksana, ikhlas, rendah hati, lemah lembut, pemaaf, sabar, berkepribadian, tidak merasa rendah diri, dan mengetahui karakter murid.
4.    Menurut Mahmud Yunus, seperti yang dikutip Tafsir (1992:82), sifat-sifat guru antara lain kasih sayang kepada murid, bijak dalam memilih bahan pelajaran, melarang murid melakukan hal yang tidak baik, memberikan peringatan, memberikan nasihat, menghargai pelajaran lain yang bukan pegangannya, bijak dalam memilih bahan pelajaran yang sesuai dengan taraf kecerdasan anak didik, mementingkan berfikir dan berijtihad, jujur dalam keilmuan, dan adil.
Berdasarkan sifat-sifat tersebut, dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat guru pada dasarnya berkaitan dengan sifat kognitif, afektif dan psikomotornya.
Suyanto dan Hisyam (2000) mengutip tiga jenis kompetensi guru yang dikemukakan Raka joni yaitu:
1.    Kompetensi profesional. Dalam hal ini guru memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar didalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
2.    Kompetensi kemasyarakatan, yaitu guru mampu berkomunikasi baik dengan siswa sesama guru maupun masyarakat luas.
3.    Kompetensi personal, yaitu memiliki kepribadian  yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Selanjutnya menurut Muhibbin Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi guru juga dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang ditampilkan dalam bentuk perilaku cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan profesinya . Menurut Mulyasa kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, sosial, spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pemahaman tentang lingkungan pendidikan, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme.
Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru piawai dalam melaksanakan profesinya. Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.
Guru sebagai agen pembelajaran diharapkan memiliki empat jenis kompetensi guru. Empat kompetensi tersebut yakni kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan kompetensi profesional.
Sebelum membahas tentang kompetensi sosial dan kepribadian, penulis uraikan secara singkat tentang kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional.
Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat (1) menyatakan “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”
Bahwa guru yang profesional itu memiliki  empat kompetensi atau standar kemampuan yang meliputi kompetensi Kepribadian, Pedagogik, Profesional, dan Sosial.  Kompetensi guru adalah kebulatan pengetahuan , keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran.  Sebagai agen pembelajaran maka guru dituntut untuk kreatif dalam mnenyiapkan metode dan strategi yang cocok untuk kondisi anak didiknya, memilih dan menetukan sebuah metode pembelajaran yang sesuai dengan indikator pembahasan.  Dengan sertifikasi dan predikat guru profesional yang disandangnya, maka guru harus introspeksi diri apakah saya sudah mengajar sesuai dengan cara-cara seorang guru profesional.  Sebab disadari atau tidak banyak diantara kita para pendidik belum bisa menjadi guru yang profesional sebagai mana yang diharapkan dengan adanya sertifikasi guru sampai saat ini.       
1.    Kompetensi Kepribadian
Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.  Sub kompetensi dalam kompetensi kepribadian meliputi :
a. Kepribadian yang mantap dan stabil meliputi bertindak sesuai dengan norma sosial, bangga menjadi guru, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
b. Kepribadian yang dewasa yaitu menampilkan  kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
c. Kepribadian yang arif adalah menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemamfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
d. Kepribadian yang berwibawa meliputi memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
e. Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan meliputi bertindak sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong) dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
2. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi Pedagogik adalah Kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.  Sub kompetensi dalam kompetensi Pedagogik adalah :
a. Memahami peserta didik secara mendalam yang meliputi memahami peserta didik dengan memamfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
b. Merancang pembelajaran,teermasuk memahami landasan pendidikan  untuk kepentingan pembelajaran yang meliputi memahmi landasan pendidikan, menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
c. Melaksanakan pembelajaran yang meliputi menata latar ( setting) pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
d. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran yang meliputi merancang dan melaksanakan  evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode,menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan memamfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
e. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan  berbagai potensinya meliputi memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik, dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi non akademik.
3. Kompetensi Profesional                    
Kompetensi profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.  Sub kompetensi dalam kompetensi Profesional adalah :
a. Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yang meliputi  memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Menguasai struktur dan metode keilmuan yang meliputi menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan dan materi bidang studi.
4. Kompetensi Sosial
Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Berkomunikasi dan bergaul secara efektif dapat diartikan sebagai cara guru untuk memahami watak atau sifat murid baik di lingkungan pendidikan maupun diluar lingkungan pendidikan. Berkomunikasi efektif tidak hanya dengan peserta didik saja melainkan dengan sesama tenaga kependidikan dan masyarakat, selain untuk menjalin silaturahmi juga dapat bertukar fikiran, segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan. Bersosialisai dengan orang tua/wali juga diperlukan untuk mengetahui potensi dan bakat peserta didik.

D.        Guru Sebagai Kedudukan Terhormat
Teori tentang guru sebagai profesi mulia dikembangkan oleh para penulis muslim klasik, seperti Al-Ghazali dan ibn Miskawaih. Mereka mengembangkan sebuah pandangan bahwa profesi guru memiliki dimensi teologi dan memiliki keistimewaan spiritual. Menurut mereka, guru merupakan profesi samawi (langit) yang datang sebagai anugrah (mauhibah) dari Tuhan kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya (Jasjis, 1998: 267).
            Pandangan para penulis muslim klasik tentang guru dikaitkan dengan sifat pengetahuan yang di emban oleh guru dan efek yang timbul dari profesi tersebut. Sebagai acuan normatif, guru termasuk kedalam pernyataan Al-Qur’an sebagai sandaran pandangan, yaitu pernyataan bahwa orang-orang yang berilmu akan diangkat derajatnya. Dengan demikian, kedudukan istimewa mereka adalah anugerah, bukan diusahakan. Mereka sengaja diposisikan Allah sebagai kedudukan terhormat dan mendapat tempat dihati manusia. Ini adalah pernyataan Al-Ghazali yang berkaitan dengan profesi guru:
            Makhluk yang paling mulia dimuka bumi adalah manusia. Komponen manusia yang paling mulia adalah kalbunya. Guru selalu menyempurnakan, menggunakan dan menyucikan kalbu, serta menuntunnya untuk dekat kepada Tuhan. Menjadi guru, bukan sekedar ibadah kepada Tuhan, tetapi merupakan bentuk pelaksanaan manusia sebagai khalifah Tuhan. Guru adalah khalifah-Nya. Hal ini dikarenakan kalbu seorang guru dibuka secara sengaja oleh Allah untuk menerima anugerah ilmu yang merupakan sifat-Nya yang sangat mulia dan istimewa (Al-Ghazali, t.th.. 13).
Adapun pengertian yang lain tentang guru adalah seorang administrator, informator, konduktor dan sebagainya, dan harus berkelakuan menurut harapan mesyarakatnya, Dari guru, sebagai pendidik dan pembangun generasi baru diharapkan tingkah laku yang bermoral tinggi demi masa depan negara dan bangsa.
Guru memang menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia.
Dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, maka dipundak guru diberikan tugas dan tanggung jawab yang berat, mengemban tugas memang berat. Tapi lebih berat lagi mengemban tanggung jawab, sebab tanggung jawab guru tidak hanya sebatas di dinding sekolah, tetapi juga diluar sekolah.
Pembinaan yang harus diberikan tidak hanya kelompok, tetapi juga individu. Hal ini menuntut guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didiknya, tidak hanya dilingkungan sekolah tetapi juga di luar sekolah sekalipun.
Adapun dari kedudukan guru tersebut terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang guru menurut Prof. Dr. Zakiyah Darajat yaitu:
1.    Takwa kepada Allah SWT.
2.    Berilmu
3.    Sehat jasmani
4.   Berkelakuan baik.
Al-Ghazali menyebutkan bahwa pengetahuan memiliki dua dimensi, yaitu dimensi rabbani dan dimensi insani. Pengetahuan yang bersifat rabbani merupakan tingkatan tertinggi pengetahuan. Para pengemban pengetahuan ini memiliki tingkat ritual dan olah batin (riyadhah an-nais) yang tinggi yang menghasilkan efek yang tinggi pula bagi diri mereka (Najati, 1993 :123). Dengan demikian, para pengemban pengetahuan adalah pemangku kesucian dan sakralitas yang tentunya memiliki keistimewaan (maziyyah) yang berefek pada keadaan dan kedudukan mereka.
            Sebagai pemangku jabatan yang mulia, menurut Al-Ghazali, guru harus memiliki tiga kompetensi dasar:
1.      Kompetensi Ruhaniyyah, yaitu kemampuan dasar menyangkut perilaku batin dan ketersambungan dengan Allah.
2.      Kompetensi akhlaqiyyah, yaitu kemampuan dasar menyangkut perilaku moral, seperti kejujuran, rendah hati dan tidak tamak.
3.      Kompetensi ijtima’iyyah, yaitu kemampuan dasar menyangkut kepedulian terhadap orang-orang di sekitarnya. Kompetensi ini terjelma dalam sifat penuh kasih sayang, bijak (hilm), dan sabar.
Dalam pemikiran pendidikannya, Al-Ghazali menekankan pentingnya unsur ikhlas dalam mengajar. Dalam fatihat al-ulum, ia mengemukakan, “manusia itu semuanya bakal binasa, kecuali orang alim, orang alim itu pun semuanya akan hancur, kecuali orang-orang yang mengamalkan ilmunya, orang yang mengamalkan ilmunya juga akan lenyap kecuali orang-orang yang ikhlas dalam beramal (Ghazali, t.th.: 24).”
       Setelah membaca pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa ada tiga unsur pokok yaitu : yang pertama, untuk menjaga kelestarian umat harus ada guru, kedua, tidak ada artinya seorang guru apabila guru tersebut tidak mengajarkan ilmunya, yang ketiga adalah mengajar akan berarti apabila dilandasi dengan hati yang ikhlas. Kasih sayang dalam jiwa menurut pandangan Al-Ghazali adalah sesuatu yang menyangkut nilai atau jiwa islam. Jadi, ilmu apapun yang disampaikan oleh guru harus dilandasi dengan nilai islam. Oleh karena itu, nilai islam itulah yang harus dibentuk dan ditransfer oleh guru.
       Al-Ghazali membagi keberadaan guru pada empat macam:
1.      Guru yang sebagai penyimpan ilmu tanpa dimanfaatkannya;
2.      Menyimpan dan memanfaatkannya dengan tidak meminta-minta;
3.      Menyimpan dan memanfaatkan hanya untuk dirinya sendiri;
4.      Dengan ilmu itu dipergunakan untuk menolong orang lain.
Menurut Al-Ghazali, kriteria keempatlah yang paling mulia sebab guru yang dapat memberi petunjuk dan dapat bermanfaat bagi orang lain ibarat matahari yang menyinari (benda-benda) lainnya.
       Selanjutnya, Al-Ghazali menjelaskan bahwa pekerjaan seorang guru adalah pekerjaan yang paling mulia dan jabatan yang paling terhormat. Ia menempatkan para guru dalam barisan para Nabi karena menyampaikan dan menjelaskan kebenaran kepada manusia. Walaupun begitu, Al-Ghazali menekankan bahwa guru yang cerdas dan bermoral yang layak diberi amanat mengajar. Menurutnya, guru yang cerdas dan bermoral memiliki sifat-sifat sebagai berikut.
1.      Kasih sayang dan simpatik; Al-Ghazali memberi nasihat kepada guru untuk berlaku sebagai seorang ayah terhadap anaknya. Bahkan, dia berpendapat bahwa hak seorang guru itu lebih besar daripada seorang ayah terhadap anaknya.
2.      Tulus Ikhlas; Al-Ghazali berpendapat bahwa guru itu tidak layak menuntut honorarium sebagai jasa tugas mengajar dan tidak patut menunggu-nunggu pujian, ucapan terima kasih, atau balas jasa dari muridnya.
3.      Jujur dan terpercaya; seorang guru harus menjadi seorang penunjuk terpercaya dan jujur terhadap muridnya. Sebagai penunjuk (penasihat) yang terpercaya, guru tudak boleh membiarkan muridnya memulai pelajaran yang tinggi sebelum menyelesaikan pelajaran sebelumnya. Ia selalu mengingatkan kepada muridnya bahwa tujuan akhir belajar ialah taqarrub kepada Allah, bukan bermegah diri mengejar pangkat dan kedudukan.
4.      Lemah lembut dalam memberi nasihat; tida berlaku kasar terhadap murid dalam mendidik tingkah laku.
5.      Berlapang dada; guru tidak boleh mencela ilmu-ilmu yang diluar kompetensinya.
6.      Tidak pelit dengan pengetahuan
7.      Mempunyai idealisme.
Berkenaan dengan guru sebagai simbol moralitas, Al-Ghazali membuat ungkapan yang sugesti dalam bentuk perumpamaan, “guru dengan murid bagaikan bayang-bayang dengan kayu. Bagaimana bayang-bayang itu menjadi lurus, padahal kayu yang tersinari itu bengkok (Ghazali, t.th:102)”.
Adapun Ibn Maskawaih menyebutkan bahwa guru adalah penyebab utama eksistensi intelektual manusia karena pengajaran yang mereka berikan dan ilmu yang mereka kembangkan. Menurutnya tugas guru adalah (1) meluruskan dan memandu manusia dengan ilmu-ilmu rasional, (2) memandu manusia dengan keterampilan praktis sesuai dengan kemampuannya (ibn Maskawaih, t.th:88)


PENUTUP


A.    Kesimpulan
Secara umum, sebagaimana dikatakan olen brown dan Collins, faktor-faktor budaya memainkan peranan dalam pembentukan isi ide ilmiah sehingga ide ilmiah tidak bersifat independen dan muncul secara “sembarangan”. Kita mengambil salah satu contoh ide ilmiah yang tidak lepas dari pengaruh faktor budaya yang kuat, yaitu teori evolusi dari Darwin. Teori-teori ilmiah muncul berdasarkan pertimbangan-pertimbangan budaya. Pernyataan ini dapat dilihat dalam tulisan-tulisan Theodore Brown (1970). Dia menegaskan bahwa motifasi para dokter dan filsuf dalam menerima mekanisme ilmiah pada dasarnya bersifat politis, tidak bersifat intelektual. Sebab, mereka terasosiasi dalam suatu organisasi, yaitu The Royal College of Physicians, yang prestisius dan memonopoli dalam berbagai pandangan kemedisan dan filsafat. Karena kepentingan politis, seluruh pandangan mereka tidak berdiri sendiri, tetapi sudah sangat subjektif, sesuai dengan kepentingan prestisius dan monopoli mereka. Pandangan-pandangan mereka lebih berupa sebuah pertahanan dari serangan-serangan para pesaingnya.
Larry laudan (1982) lebih berpandangan positif terhadap para ilmuwan. Menyebutkan bahwa salah satu kepentingan yang mendasar bagi para ilmuwan adalah kepentingan penalaran (cognitive). Mereka mempunyai kepentingan mendesak dalam memproduksi teori – teori yang baik.
Pandangan evolusionisme Darwin tentang ilmu pengetahuan terdapat dalam buku science as a process: an Evolutionary Account of the social an conceptual Development of science (1988), tulisan David Hull. Berikut ini merupakan intisari pernyataan Hull tersebut ditambah beberapa sisipan dari penulis.
            Ilmu pengetahuan adalah suatu perjuangan untuk tetap hidup, yang mencakup persaingan yang ekstrem. Pertahanan hidup dalam persaingan tidak akan teraih oleh mereka yang malu atau lemah. Pertahanan hidup akan dimenangkan oleh mereka yang kuat menghadapi konflik dan berkompetisi dengan orang lain. Untuk bertahan, seseorang harus dapat menciptakan pendukung. Pendukung ini harus sistematis, teratur dan matang. Ilmu pengetahuan diciptakan oleh mereka yang berhasil menjadi pemenang dan meraih pertahanan hidup, serta bermaksud mempertahankan kemenangannya.
Guru diibaratkan seperti ibu kedua yang mengajarkan berbagai macam hal yang baru dan sebagai fasilitator anak supaya  dapat belajar dan mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal. guru adalah seorang administrator, informator, konduktor dan sebagainya, dan harus berkelakuan menurut harapan mesyarakatnya, Dari guru, sebagai pendidik dan pembangun generasi baru diharapkan tingkah laku yang bermoral tinggi demi masa depan negara dan bangsa. Menurut Al-Ghazali ada tiga kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu kompetensi ruhaniyyah, kompetensi akhlaqiyyah dan kompetensi ijtima’iyyah. Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat (1) menyatakan “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi professional, dan kompetensi sosial, yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
            Kompetensi pendagogik adalah Kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
            Kompetensi profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.



DAFTAR PUSTAKA



Ahmadi     Abu    .2007      . Sosiologi      Pendidikan     . Jakarta:      Rineka      Cipta
Gunawan,   Ary.   2000.    Sosiologi         Pendidikan.      Jakarta:    Rineka         Cipta
Mahmud,    Suntana    .2012.  Antropologi    pendidikan.    Bandung:    Pustaka    Setia
Moeliono, Antoni, et. al. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai pustaka
Nasution,    S.      2009.     Sosiologi       Pendidikan.      Jakarta:       Bumi        Aksara
Nurdin, Muhammmad. 2010. Kiat Menjadi Guru Profesional. Yogyakarta: AR. Ruzz Media Group
Soetjipto,    Kosasi    Rafles    .2009.    Profesi Keguruan.    Jakarta:    Rineka     Cipta
http://zonainfosemua. blogspot. co.id/2014/03/ pengertian –guru –menuru t-pakar-pendidikan.html
https://id.wikipedia. org/wiki/_ pemikiran_ evolusinisme _darwin _tentang _ilmu_ pengetahuan

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar